Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Rusia dan Ukraina makin memanas, apalagi setelah Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat lainnya mulai memberlakukan sanksi pada sektor keuangan Rusia.
Perang antara Rusia dan Ukraina tersebut juga dinilai bisa memberikan dampak terhadap Indonesia, salah satunya dari sisi inflasi.
Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sisi inflasi ini terdorong dari peningkatan harga minyak mentah dunia. Di mana, harga minyak acuan jenis Brent sudah menembus level US$ 100 per barel, yang ikut mendorong kenaikan harga komoditas lain seperti crude palm oil (CPO).
“Dalam hal ini, ada beberapa skenario dalam isu geopolitik antara Rusia dan Ukraina,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Kontan.co.id, Minggu (27/2).
Josua memerinci, skenario pertama, adanya dampak yang terbatas bagi inflasi global maupun Indonesia. Namun, ini dengan catatan terdapat resolusi dalam jangka pendek yang menghindarkan dari ketegangan geopolitik yang berkepanjangan.
Dalam skenario ini, diperkirakan harga minyak mentah Brent akan berada di kisaran US$ 100 per barel hingga US$ 110 per barel dalam jangka pendek, dan kemudian akan cenderung melandai ketika ketegangan mereda.
Baca Juga: BI Meneropong Dampak Konflik Rusia-Ukraina Terhadap Inflasi Indonesia
“Ini akan mendorong normalisasi harga minyak mentah sedemikian sehingga dampaknya terhadap inflasi global cenderung terbatas,” tambah Josua.
Skenario kedua, adanya potensi peningkatan inflasi secara terbatas sehingga inflasi akan berada di kisaran 2,8% yoy hingga 3,2% yoy.
Ini dengan asumsi konflik ketegangan antara Rusia dan Ukraina berkepanjangan sehingga dapat mendorong kenaikan harga minyak mentah Brent hingga US$ 140 per barel hingga US$ 150 per barel. Namun, meski ada peningkatan harga minyak, pemerintah bisa mempertahankan harga Bahan Bakar MInyak (BBM).
Skenario ketiga, konflik ini bisa mengerek inflasi sehingga berada di kisaran 3,2% yoy hingga 3,6% yoy. Ini dengan asumsi minyak mentah Brent meningkat hingga US$ 140 per barel hingga US$ 150 per barel, sehingga pemerintah menaikkan harga BBM.
Belum lagi, ada risiko peningkatan harga gandum, mengingat porsi impor gandum Indonesia dari Ukraina mencapai lebih dari 28%, sehingga bisnis usaha yang berkaitan dengan tepung dan gandum akan berdampak dan ini berpotensi menaikkan harga produknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News