Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Prosedur administrasi barang ekspor dan impor pabean selama ini tidak efisien dengan banyak prosedur. Sebagai garda depan ekonomi Indonesia, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menetapkan metode baru ekspor dan impor yang sederhana, cepat, dan mudah.
Metode baru tersebut bernama carnet system. Carnet adalah dokumen pabean yang berlaku internasional dan dipergunakan untuk pemasukan barang sementara dan bersifat single document, hasil Konvensi Istanbul. Deputi Direktur Kerja Sama Multilateral DJBC Imik Eko Putro mengatakan sistem ini mempunyai dua jenis dokumen.
Pertama, Admission Temporaire-Temporary Admission (ATA) Carnet. Dokumen ini berfungsi sebagai pemberitahuan pabean untuk beberapa jenis barang seperti barang pameran atau pekan raya, barang profesional, barang tujuan pendidikan atau keilmuan, dan tujuan kemanusiaan.
Kedua, Carnet de Passages en Douane (CPD) Carnet. Dokumen ini digunakan untuk kegiatan ekspor dan impor kendaraan bermotor baik pribadi maupun komersil.
Menurut Imik, ATA/CPD Carnet berlaku layaknya paspor sebagai pengganti dokumen nasional. "Sistem ini dapat dijalankan apabila kedua negara asal dan tujuan telah mengimplementaskan sistem yang sama," ujarnya, Rabu (11/3).
Saat ini, ATA/CPD carnet system telah digunakan di lebih dari 70 negara di dunia, misalnya Amerika, Kanada, Afrika Selatan, Australia, China, Taiwan, Hong Kong, india, Jepang, Korea, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Menurut Iki, melalui sistem ini yang dibutuhkan adalah National Issuing and Guaranteeing (NIGA) atau lembaga penerbit dan penjamin carnet dalam level nasional di masing-masing negara.
Di Indonesia, DJBC telah menunjuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sebagai niga ATA carnet dan Ikatan Motor Indonesia (IMI) sebagai niga CPD carnet. Jadi, melalui sistem ini pemohon dapat datang ke niga negara asalnya untuk mendapatkan dokumen carnet. Dalam hal pengajuan ini akan ada jaminan yang perlu dibayarkan. Setelah mendapatkan carnet maka NIGA negara asal akan menghubungi bea cukai negara yang dituju.
Ketika barang sudah mencapai negara yang dituju, maka pemohon bisa langsung datang ke bea cukai setempat dan menunjukkan dokumen carnet. Apabila sesuai maka barang bisa langsung diambil. "Ini sangat berbeda dengan perijinan impor sementara sekarang ini yang perlu membuat surat lagi, mendata barang yang masuk," terang Imik. Kalau ada 100 barang, maka perlu ada 100 dokumen barang.
Masa berlaku dokumen ATA carnet adalah satu tahun, sedangkan CPD carnet bisa diperpanjang satu tahun lagi. Jadi, selama periode tersebut maka barang impor sementara yang masuk tersebut harus diekspor atau dipulangkan kembali ke negara asal. Jika tidak, akan ada prosedur klaim pembayaran pabean yang bakal disampaikan niga negara asal kepada niga lokal.
Payung hukum sistem carnet ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.04/2014 tentang Impor Sementara dengan Menggunakan Carnet atau Ekspor yang Dimaksudkan Untuk Diimpor Kembali dalam Jangka Waktu Tertentu dengan Menggunakan Carnet yang telah berlaku mulai 17 Februari 2015. Ketika ditanyakan apakah ada pengaruh sistem baru ini terhadap penerimaan negara, bea cukai menjelaskan tidak ada.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Oza Olavia menambahkan, sistem ini adalah sistem yang hanya berlaku untuk impor sementara jadi bea masuknya akan ditangguhkan hingga barang tersebut dikembalikan ke negara asalnya. Hanya saja, apabila barang tersebut tidak dikembalikan sesuai periode waktunya maka jaminan yang awalnya digunakan si pemohon di negara asal akan diperbincangkan lebih lanjut.
Untuk barang impor yang tidak terdaftar dalam sistem carnet, diakui Oza, akan tetap menggunakan dokumen impor sementara yang biasa. DJBC dalam hal ini tetap menjadi pengawas proses impor ekspor meksipun yang mengeluarkan izin sistem carnet adalah Kadin dan IMI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News