Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana memfinalisasi utang kereta cepat Jakarta Bandung dari pinjaman China Development Bank (CDB) sebesar US$ 550 juta atau setara Rp 8,3 triliun pekan depan.
Utang tersebut tidak akan dilunasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), melainkan dari kas Kereta Api Indonesia (KAI) dan hasil penjualan tiket kereta cepat.
Merespons hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai hasil penjualan tiket Kereta Cepat atau yang kini dinamakan Whoos itu tidak akan sanggup membayar utang beserta bunganya kepada China.
Baca Juga: Saham-Saham Ini Banyak Dijual Asing di Tengah Kenaikan IHSG, Kamis (12/10)
Terlebih, bunga utang dari Whoos ini diprediksi akan lebih besar dari pada perhitungan awalnya yang hanya 2%.
"Pendapatan dari sisi penjualan tiket tidak akan sanggup menutup beban utang dan bunga kereta cepat," kata Bhima pada Kontan.co.id, Rabu (11/10).
Menurut Bima, KAI tetap memerlukan Penyertaan Modal Negara (PMN) atau mendapatkan pinjaman lain dari luar.
Namun demikian, menurutnya untuk KAI mendapatkan pinjaman dari luar saat ini tidaklah mudah. Sebab kreditur juga membutuhkan jaminan dari negara. "Maka ada risiko hal ini harus ditanggung lagi oleh APBN," jelas Bhima.
Sementara itu, jika APBN menanggung ini akan berdampak pada pilihan sulit.
Pertama, menyelamatkan keuangan KAI sehingga kereta cepat dan kereta reguler tetap bisa beroperasi normal.
Kedua, pemerintah harus merelakan beberapa proyek yang ditanggung APBN untuk ditunda.
Baca Juga: IHSG Naik 5 Hari Berturut-turut, Cek Saham yang Banyak Dikoleksi Asing, Kamis (12/10)