kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Bawaslu: 5 Perusahaan Logistik Bermasalah Dalam Pemilu


Jumat, 22 Mei 2009 / 06:00 WIB


Reporter: Yohan Rubiyantoro |

JAKARTA. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendesak KPU untuk mengumumkan hasil evaluasi logistik pemilu legislatif. Wasit pemilu ini juga meminta agar KPU berhati-hati dalam memilih perusahaan penyedia logistik pilpres yang tinggal 49 hari lagi.

"Ada 5 perusahaan bermasalah dalam pemilu legislatif lalu," ungkap Anggota Bawaslu, SF Tio Agustiani Sitorus dalam keterangan pers evaluasi logistik pemilu legislatif versi Bawaslu, di Gedung Bawaslu, Kamis (21/5).

Menurut Bawaslu, kelima perusahaan tersebut memiliki andil terhadap karut marutnya produksi dan distribusi logistik pemilu. Bawaslu mencatat terdapat 373 kasus penyimpangan surat suara di 10 zona pemilu, mulai dari surat suara yang rusak, tertukar dan distribusi yang tidak tepat waktu. Namun sayang, Tio enggan membeberkan nama 5 perusahaan tersebut. Ia meminta KPU yang mengumumkan perusahaan bandel itu.

"Kami minta KPU memblacklist perusahaan itu dan tidak memilih mereka sebagai pemenang lelang logistik pilpres," tegasnya.

Berdasarkan evaluasi Bawaslu, tender logistik pemilu legislatif 2009 lalu menyisakan sejumlah masalah mulai dari proses pelelangan, produksi, serta distribusi. Tio menuturkan, yang menjadi biang kerok atas amburadulnya logistik pemilu legislatif adalah ketidakprofesionalan KPU dan perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang membuat basis pelelangan bermasalah.

Sesuai prinsipnya, distribusi logistik pemilu harus memenuhi unsur tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Namun dalam pemilu legislatif lalu ditemukan tiga masalah pokok. Pertama, keterlambatan distribusi surat suara dari kabupaten/kota ke PPK dan PPS. Kedua, adanya surat suara yang tertukar. Ketiga, KPU dinilai terlalu permisif kepada perusahaan dalam hal distribusi. "Dalam pemilu legislatif lalu, terjadi 2 kali revisi, yakni dari H-10 menjadi H-21, dan akhirnya H-15," beber Tio.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×