kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Bawaslu: 5 Perusahaan Logistik Bermasalah Dalam Pemilu


Jumat, 22 Mei 2009 / 06:00 WIB


Reporter: Yohan Rubiyantoro |

JAKARTA. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendesak KPU untuk mengumumkan hasil evaluasi logistik pemilu legislatif. Wasit pemilu ini juga meminta agar KPU berhati-hati dalam memilih perusahaan penyedia logistik pilpres yang tinggal 49 hari lagi.

"Ada 5 perusahaan bermasalah dalam pemilu legislatif lalu," ungkap Anggota Bawaslu, SF Tio Agustiani Sitorus dalam keterangan pers evaluasi logistik pemilu legislatif versi Bawaslu, di Gedung Bawaslu, Kamis (21/5).

Menurut Bawaslu, kelima perusahaan tersebut memiliki andil terhadap karut marutnya produksi dan distribusi logistik pemilu. Bawaslu mencatat terdapat 373 kasus penyimpangan surat suara di 10 zona pemilu, mulai dari surat suara yang rusak, tertukar dan distribusi yang tidak tepat waktu. Namun sayang, Tio enggan membeberkan nama 5 perusahaan tersebut. Ia meminta KPU yang mengumumkan perusahaan bandel itu.

"Kami minta KPU memblacklist perusahaan itu dan tidak memilih mereka sebagai pemenang lelang logistik pilpres," tegasnya.

Berdasarkan evaluasi Bawaslu, tender logistik pemilu legislatif 2009 lalu menyisakan sejumlah masalah mulai dari proses pelelangan, produksi, serta distribusi. Tio menuturkan, yang menjadi biang kerok atas amburadulnya logistik pemilu legislatif adalah ketidakprofesionalan KPU dan perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang membuat basis pelelangan bermasalah.

Sesuai prinsipnya, distribusi logistik pemilu harus memenuhi unsur tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Namun dalam pemilu legislatif lalu ditemukan tiga masalah pokok. Pertama, keterlambatan distribusi surat suara dari kabupaten/kota ke PPK dan PPS. Kedua, adanya surat suara yang tertukar. Ketiga, KPU dinilai terlalu permisif kepada perusahaan dalam hal distribusi. "Dalam pemilu legislatif lalu, terjadi 2 kali revisi, yakni dari H-10 menjadi H-21, dan akhirnya H-15," beber Tio.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×