Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, pemerintah telah menetapkan batubara akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Dalam UU sapu jagad tersebut, pemerintah telah mengatur jenis pajak yang tidak dikenai PPN antara lain hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Namun, tidak termasuk hasil pertambangan batubara.
Menteri Keuangan menyebutkan, dalam UU Cipta Kerja ini telah ditegaskan mengenai batubara sebagai barang kena pajak. “Oleh karena itu dia menjadi subjek terutang pajak pendapatan, PPN,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers pekan lalu.
Ketentuan tersebut tertuang di Pasal 112 UU Cipta Kerja. Beleid ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Baca Juga: Dirjen Pajak: Titip barang tidak dikenakan PPN di awal
Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 8/1983 menjadi salah satu pasal yang diubah dalam UU Cipta Kerja. Pasal ini menjelaskan bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang seperti barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara.
Sementara itu, dalam penjelasan Pasal 4A tertulis bahwa komoditas batubara yang bukan barang kena pajak dan tidak terkena PPN adalah batubara sebelum diproses menjadi briket batubara.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, ditetapkannya hasil pertambangan batubara sebagai barang kena pajak (BKP) dalam UU Cipta Kerja memiliki dua dampak yang positif.
Pertama, penetapan batubara yang akan dikenakan PPN ini merupakan langkah atau upaya pemerintah dalam merefleksikan dan meninjau kembali ketentuan-ketentuan yang selama ini menjadi sumber adanya tax gap pada sektor PPN.
"Salah satu sumber tax gap yang ada di sektor PPN disebabkan karena beragamnya pembebasan serta fasilitas bagi barang dan atau jasa tertentu," ujar Darussalam, Selasa (13/10).
Kedua, ia menilai, perubahan aturan ini dapat turut menjamin prinsip netralitas dalam PPN. Sehingga ada perlakuan pajak yang seragam atau simetris atas penyerahan dalam setiap tahapan proses atau chain yang sama.
“Dengan persepektif netralitas ini, maka terdapat perlakuan perpajakan yang berkepastian bagi wajib pajak secara keseluruhan,” imbuh Darussalam.
Selanjutnya: Batubara kena PPN, ini penjelasan pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News