Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan (Bappebti) menegaskan Guardian Capital Group atau GCG Asia Indonesia yang berasal dari Malaysia tidak memiliki izin usaha sebagai pialang berjangka dari Bappebti.
Penegasan ini disampaikan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Sahudi, menyusul banyaknya laporan masyarakat terkait penawaran investasi secara fixed income (pendapatan tetap) untuk transaksi foreign exchange (forex) dari GCG Asia Indonesia.
“Sampai saat ini Bappebti belum pernah menerima pengajuan perizinan dari GCG Asia Indonesia atau PT Guardian Capital Future. Untuk itu, kami mengimbau agar masyarakat mengecek terlebih dahulu status perizinan dari perusahaan yang menawarkan investasi di bidang perdagangan berjangka, baik untuk produk komoditi, index, atau forex,” tegas Sahudi dalam siaran persnya, Senin (13/5).
Sahudi melanjutkan, kegiatan usaha sebagai pialang berjangka hanya dapat dilakukan anggota bursa berjangka yang berbentuk perseroan terbatas dan telah memperoleh izin usaha pialang berjangka dari Bappebti.
Hal tersebut diatur dalam pasal 31 ayat 1 jo. pasal 71 ayat 1 UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Selain itu, lanjut Sahudi, setiap pihak dilarang melakukan penawaran kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya dengan atau tanpa kegiatan promosi, rekrutmen, pelatihan, seminar, dan/atau menghimpun dana margin, dana jaminan, dan/atau yang dipersamakan dengan itu untuk tujuan transaksi yang berkaitan dengan perdagangan berjangka kecuali memiliki izin dari Bappebti.
Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat 1a jo. pasal 73D ayat 1 UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
“Kami mengimbau masyarakat agar mengenali modus-modus yang sering digunakan oleh entitas ilegal untuk menarik calon nasabah melalui situs web, media social seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan media lainnya,” lanjut Sahudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News