Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menegaskan penerapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras masih diperlukan untuk intervensi harga.
"HET beras justru merupakan instrumen penting pemerintah dalam melihat dinamika harga," terang Arief pada Kontan.co.id, Selasa (19/9).
Dengan adanya HET, pemerintah dapat mengetahui kapan waktunya melakukan pengendalian saat harga beras anjlok maupun saat harganya sedang tinggi.
Baca Juga: Tata Kelola Pangan Indonesia Dinilai Belum Siap Hadapi Ancaman Krisis Pangan
"Jadi HET itu merupakan parameter kita bersama, misalnya saat harga beras berada di atas HET, itu menjadi tugas kita untuk intervensi dengan meningkatkan produksi dan menguatkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP)," pungkas Arief.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika meminta Bapanas untuk mencabut kebijakan HET beras karena dinilai tidak efektif menstabilkan harga beras.
Penerapan HET ini berdampak pada seretnya pasokan beras masuk ke pasar. Sehingga fungsi HET yang seharusnya menurunkan harga justru membuat harga naik karena kurangnya pasokan beras.
"Untuk itu, Ombudsman mengusulkan Bapanas agar sementara ini mencabut kebijakan HET beras, guna optimalisasi penyediaan pasokan beras di pasar kembali," kata Yeka dalam Konferensi Pers daring dipantau, Selasa (19/9).
Baca Juga: Tak Efektif Stabilkan Harga Beras, Ombudsman Minta Bapanas Cabut HET Beras
Alih-alih menerapkan HET beras, menurutnya yang lebih penting adalah penerapan HET Gabah Kering Panen (GKP).
Yeka memandang permasalahan terus naiknya beras ini karena pasokan beras, yang salah satunya disebabkan tingginya harga gabah.
"Untuk itu, Ombudsman mengusulkan agar Bapanas membuat kebijakan HET gabah di tingkat penggilingan padi, guna mengendalikan harga gabah di tingkat petani," jelas Yeka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News