CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.929   -69,00   -0,44%
  • IDX 7.227   12,30   0,17%
  • KOMPAS100 1.105   2,62   0,24%
  • LQ45 878   2,61   0,30%
  • ISSI 219   0,52   0,24%
  • IDX30 450   1,49   0,33%
  • IDXHIDIV20 542   2,05   0,38%
  • IDX80 127   0,30   0,24%
  • IDXV30 136   0,51   0,38%
  • IDXQ30 150   0,46   0,31%

Banyak importir masih bingun soal API


Sabtu, 01 Desember 2012 / 07:21 WIB
Banyak importir masih bingun soal API
ILUSTRASI. Seorang ibu dan anak balita dengan menggunakan masker mencuci tangan dengan sanitizer. KONTAN/Baihaki/26/05/2021


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Sebulan sebelum pemberlakuan aturan pembatasan impor barang, banyak importir masih kebingungan menghadapi kebijakan baru yang berlaku efektif mulai Januari 2013 itu. Banyak importir, terutama di daerah, belum memahami aturan main yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 59 Tahun 2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).

Salah satu poin penting dalam beleid ini yang masih membingungkan adalah soal status pengenalan importir  umum dan kaitannya dengan hubungan istimewa. Pemerintah mewajibkan importir mengajukan API sebagai syarat untuk mengimpor lebih dari satu kelompok barang. Tapi, aturan ini juga mensyaratkan importir memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan di luar negeri.

Problemnya, banyak importir yang masih bingung bagaimana mengurus persyaratan mendapatkan API. Sebab, hingga sekarang, belum ada petunjuk teknis yang memandu prosedur pengajuan API ini. Selain itu, petugas di lapangan yang harus menerima pendaftaran juga minim sehingga prosesnya menjadi sangat lama.

Untuk itu, Yayat Priyatna, Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), mendesak pemerintah lebih intensif menyosialisasikan kebijakan baru ini ke daerah dan atase perdagangan di luar negeri. Sebab, jika ingin tetap beraktivitas, importir harus mendapatkan API terbaru sebelum tanggal 31 Desember 2012.

Jika problem tersebut tidak segera dibereskan, menurut Yayat, dampaknya bisa menghambat kegiatan importasi. Sebab, bakal terjadi penolakan barang impor hanya lantaran syarat administrasinya belum terpenuhi. "Sosialisasi tidak harus di seluruh daerah, cukup di satu kota yang mewakili kawasan tertentu," katanya, Jumat (30/11).

Yayat menyebutkan, saat ini cukup banyak perusahaan yang mengimpor sampai 20 jenis produk. Kini, mereka juga harus menunjukkan API baru dan bukti hubungan dengan eksportir di luar negeri. Jika syarat ini tidak terpenuhi, pertama, banyak perusahaan impor bakal gulung tikar. Kedua, jumlah importir yang kini berjumlah 26.000 perusahaan bakal bertambah banyak. Sebab, sebagian bakal memecah perusahaan agar mencapai ketentuan impor.

Ginsi sepakat dengan pembatasan impor, terutama bagi produk yang sudah tersedia di dalam negeri, seperti jeruk. "Kalau kurma, sudah seharusnya diimpor karena tidak bisa ditanam di sini," ujar Yayat.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menegaskan, ketentuan API-umum bertujuan menertibkan arus impor dan mempertanggungjawabkan produk yang masuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×