kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.929.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.274   -99,00   -0,60%
  • IDX 7.927   68,06   0,87%
  • KOMPAS100 1.113   9,98   0,90%
  • LQ45 829   6,70   0,81%
  • ISSI 265   0,63   0,24%
  • IDX30 429   3,15   0,74%
  • IDXHIDIV20 497   3,62   0,73%
  • IDX80 125   1,07   0,86%
  • IDXV30 133   1,90   1,45%
  • IDXQ30 139   1,18   0,85%

Banyak Daerah Belum Mandiri Secara Fiskal, Didorong Cari Alternatif Pendanaan Lain


Senin, 25 Agustus 2025 / 15:52 WIB
Banyak Daerah Belum Mandiri Secara Fiskal, Didorong Cari Alternatif Pendanaan Lain
ILUSTRASI. Daerah yang kemampuan pendapatan aslinya tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan sendiri masih sangat bergantung pada dana transfer ke daerah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum mandiri secara fiskal. Daerah yang kemampuan pendapatan aslinya (PAD) tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan pemerintahannya sendiri, masih sangat bergantung pada dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.

Akan tetapi, tahun depan pemerintah menurunkan TKD hingga 24,7% dalam RAPBN 2026 menjadi Rp 650 triliun, atau turun dari Rp 864,1 triliun pada outlook TKD 2025.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menyampaikan, agar daerah bisa mandiri, daerah sebenarnya bisa melakukan pendanaan alternatif. Misalnya saja melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Baca Juga: Hingga 22 Agustus 2025, Realisasi Belanja Daerah Baru 43,63%, atau Rp 604,33 Triliun

“KPBU ini bagus untuk proyek dengan skala yang besar, infrastruktur yang besar, jembatan, jalan, penerangan jalan, rumah sakit. Tetapi KPBU ini agak rumit, agak ruwet, karena butuh paperwork atau dokumen yang banyak, SDM yang teknis, dan dukungan regulasi,” tutur Bima saat melakukan rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (25/8/2025).

Meski terdapat risiko dan kendala, namun sebagai salah satu opsi yang baik, Bhima menyayangkan masih banyak  atau sebagian besar daerah belum memaksimalkan skema KPBU ini.

Opsi lainnya yakni obligasi dan sukuk daerah, hibah serta pinjaman internasional. Keunggulan kebijakan pendanaan ini adalah dana jangka panjang, berbasis kepercayaan investor, biaya rendah dan cocok untuk proyek strategis.

Baca Juga: Mayoritas Daerah di Indonesia Masih Bergantung ke Anggaran Pusat

Kebijakan ini lanjutnya, memungkinkan dilakukan, namun terdapat kendala pada administrasi yang sangat kompleks, serta perlu akuntabilitas yang tinggi. Selain itu juga berisiko pada fiskal daerah.

Selanjutnya, adalah Corporate Social Responsibility (CSR) dan filantropi. Menurutnya kebijakan untuk mencari pendanaan melalui CSR sedang banyak dilakukan daerah.

“Ini bagaimana kepiawaian dari kepala daerah untuk membidik target-target yang tepat, sesuai dengan konteksnya. Bisa dari lembaga-lembaga filantropi, lokal maupun nasional. Ini contohnya pimpinan, di Semarang pendanaan alternatifnya sudah jalan melalui penyediaan air minum di Semarang Barat,” jelasnya.

Selanjutnya: Update Harga Emas Dunia Hari Ini Senin (25/8): Tergelincir ke US$3.367,86

Menarik Dibaca: Ramalan 12 Zodiak Keuangan & Karier Besok, Selasa 26 Agustus 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×