Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi sorotan lantaran mengalami tekanan keuangan yang hebat, bahkan ada yang nasibnya diambang kepailitan. Goncangan akibat pandemi covid-19 memperparah kondisi sejumlah perusahaan plat merah.
Beberapa BUMN yang menjadi sorotan antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), BUMN karya khususnya PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Perkebunan Nusantara (PTPN), hingga PT Angkasa Pura (AP).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov memberikan sejumlah catatan mengenai rapor merah BUMN tersebut. Menurut Abra, pandemi covid-19 bukan menjadi penyebab tunggal masalah keuangan. Covid-19 lebih sebagai pemantik mencuatnya persoalan yang sebelumnya sudah bertumpuk.
"Jadi ini kan seperti gunung es. Selama ini seperti tak terlihat, tapi sebenarnya sudah bisa ditebak nasibnya akan begini. Karena kan lonjakan utang yang dialami berbagai BUMN sebetulnya bukan hanya karena Covid-19," kata Abra saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (9/12).
Baca Juga: Garuda (GIAA) berstatus PKPU, Dirut: Kami punya waktu 45 hari ajukan restrukturisasi
Ada sejumlah hal yang menjadi catatan Abra. Pertama, dia menilai bahwa sulitnya kondisi keuangan dan lonjakan utang pada beberapa BUMN diakibatkan terlalu agresifnya pemerintah dalam melayangkan proyek penugasan. Masalah ini antara lain dapat terlihat pada kinerja BUMN Karya seperti WSKT, serta Angkasa Pura.
Abra berpandangan, pemerintah terlalu menerapkan skenario yang over optimistis pada banyak proyek penugasan ke BUMN. Padahal, semestinya skenario-skenario terburuk terutama faktor eksternal diluar kemampuan BUMN, harus disiapkan dan menjadi pertimbangan untuk mengevaluasi agresifnya proyek yang hendak dibangun pemerintah.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya Covid-19. Proyek-proyek penugasan yang sudah rampung dan beroperasi tidak bisa memberikan pendapatan seperti yang diharapkan oleh BUMN sebagai korporasi.
Mengenai proyek-proyek penugasan ini, Abra menekankan pentingnya keseriusan dan keberanian pemerintah mengevaluasi kembali proyek-proyek mana yang harus berlanjut, yang bisa ditunda, bahkan jika perlu membatalkan proyek yang dinilai justru bakal menjadi beban kerugian yang lebih besar.
"Intinya pemerintah juga harus berani mengambil sikap untuk mengevaluasi proyek-proyek yang harus berjalan dan yang punya potensi semakin membebani BUMN di masa mendatang," tegas Abra.
Kedua, karena ada campur tangan pemerintah dibalik beban BUMN tersebut, pemerintah pun harus mengambil peran dalam meringankan beban BUMN yang bersangkutan. Alhasil, sebagai pemilik ataupun pemegang saham (shareholder), Penyertaan Modal Negara (PMN) lantas dikucurkan untuk membantu BUMN.
Abra mengingatkan, jangan sampai PMN ini terus menjadi kebiasaan yang pada ujungnya menjadi beban negara. Oleh sebab itu, dalam sisa dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Abra menekankan pentingnya menyehatkan BUMN. Jangan sampai, sakit di tubuh sejumlah BUMN berlanjut dan menjadi beban yang diwariskan ke pemerintahan berikutnya.
"Menurut saya, ini menjadi pekerjaan besar, khususnya bagi Kementerian BUMN, untuk fokus melakukan penyehatan. Jangan sampai mengalami disorientasi dalam melaksanakan tugasnya untuk membina dan menyehatkan BUMN," ujar Abra.
Ketiga, untuk BUMN yang kondisinya mengkhawatirkan meski tidak dibebani penugasan, Abra menekankan pentingnya peran Kementerian BUMN. Ke depan, kementerian yang sekarang dipimpin oleh Erick Thohir ini mesti jeli dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan plat merah.
Termasuk dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), juga memonitor dan mengevaluasi rencana-rencana ekspansi yang hendak dilakukan. "Dalam hal ini kalau Kementerian BUMN saja pasti akan berat melakukan evaluasi satu per satu. Makannya kan ada komisaris yang mewakili atau merepresentasikan pemerintah, itu harus benar-benar dijalankan," tandas Abra.
Catatan keempat Abra ialah terkait dengan peran komisaris. Sebagai wakil pemerintah di perusahaan, komisaris memang hendaknya menjalankan tanggung jawabnya untuk memberikan masukan dan peringatan dalam kerangka evaluasi dan pengembangan BUMN.
Dalam hal ini, pola dan etika komunikasi pun harus dibangun. Jangan sampai, justru ada perdebatan yang kontra produktif yang dipertontonkan kepada publik. "Baru-baru ini justru ada pro-kontra antara kementerian dan komisaris, itu kan lucu. Harusnya mereka bisa saling memberikan input untuk memperbaiki BUMN," imbuh Abra.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) resmi PKPU, ini langkah yang diambil manajemen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News