Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARTA. Rencana redenominasi rupiah yang sudah bergulir sejak dua tahun lalu, hingga kini masih bergaung sebagai wacana. Wacana penyederhanaan penulisan mata uang rupiah itu, masih menunggu dasar hukum sebelum direalisasikan di masyarakat. Bank Indonesia (BI) sebagai inisiator bersama pemerintah sejauh ini menunggu penetapan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah yang kini statusnya masih rancangan. Pemerintah sudah mengajukan draf RUU tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional 2013.
Berbagai tanggapan atas rencana pemerintah ini sudah ramai sejak pertama kali wacana redenominasi dilontarkan ke publik, tahun 2010 lalu. Kebanyakan kalangan masyarakat umumnya masih bingung. Adapun sebagian kalangan perbankan mencemaskan praktiknya kelak di lapangan saat redenominasi mulai diberlakukan.
Branko Windoe, Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA), menilai, persiapan pelaksanaan redenominasi seyogyanya direncanakan serapi mungkin. Ini untuk menghindari hal-hal atau efek yang tidak diinginkan selama proses redenominasi itu dilakukan. Misalnya saja terkait dualisme antara uang lama dan uang baru. Branko menilai, lebih baik pemerintah dan BI langsung tegas saja mengganti seluruh mata uang lama dengan baru.
"Harus ada aturan tegas bahwa transaksi hanya boleh dilakukan dengan uang baru yang telah diredenominasi. Jangan ada dualisme, kalau duit lama dan duit baru sama-sama boleh untuk transaksi ya bisa ribet dan bisa menimbulkan masalah-masalah tak terduga," tuturnya dalam obrolan dengan KONTAN, Rabu malam (23/1).
Dualisme penggunaan mata uang lama dan baru akan membuat masyarakat bingung. Branko menilai, semakin cepat penggantian alias tanpa jeda proses penggantian, akan semakin bagus. "Kalaupun ada tahapan, ya enggak usah lama-lama. Aturan yang jelas akan meminimalisir risiko bagi efek-efek negatif," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News