Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ancaman pemerintah untuk membuka data nasabah kartu kredit tidak main-main. Kementerian Keuangan (Kemkeu) bahkan sudah mengeluarkan aturan yang mewajibkan 23 bank dan lembaga keuangan penerbit kartu kredit untuk melaporkan data pemilik kartu kredit.
Kewajiban itu diatur lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Perpajakan serta Tata Cara Penyampaian.
Aturan ini ditandatangani Menkeu Bambang Brojonegoro pada 22 Maret 2016. Aturan itu menyebutkan, 23 bank dan lembaga penerbit kartu kredit wajib melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit.
Data yang dilaporkan minimal nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID dan nama merchant, nama dan alamat pemilik kartu, NIK/nomor paspor, nomor pokok wajib pajak (NPWP), bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi, juga pagu kredit.
Disebutkan, institusi penyelenggara kartu kredit yang wajib melaporkan data adalah Pan Indonesia Bank Tbk, PT Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin Tbk, Bank Central Asia Tbk, Bank CIMB Niaga Tbk, Bank Danamon Indonesia Tbk, Bank MNC Internasional, Bank ICBC Indonesia. Juga Bank Maybank Indonesia Tbk, Bank Mandiri Tbk, Bank Mega Tbk, Bank Negara Indonesia 1946 Tbk, Bank Negara Indonesia Syariah, Bank OCBC NISP Tbk, Bank Permata Tbk, Bank Rakyat Indonesia Tbk, Bank Sinarrnas, Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, The Hongkong & Shanghai Banking Corp, Bank QNB Indonesia, Citibank N.A, dan AEON Credit Services.
Mereka wajib melaporkan data dari billing statement secara bulanan. Pelaporan pertama kali dilakukan paling lambat 31 Mei 2016.
Penerapan cash register
Direktur Jenderal (Dirjen) Ken Dwijugiasetiadi sebelumnya mengatakan, data transaksi kartu kredit akan dijadikan basis data baru. Data-data itu akan menjadi salah satu senjata untuk mengejar target penerimaan pajak.
Dengan data-data itu, setiap transaksi akan mudah diawasi. Atas aturan baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku tidak masalah. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad bilang, yang selama ini dilarang adalah membuka rekening simpanan milik nasabah perbankan.
"Saya kira yang rahasia itu simpanan, undang-undang mengatakan demikian," katanya, Rabu (30/1).
Terkait kekhawatiran akan dampak yang kemungkinan muncul, Muliaman enggan menjelaskan. Termasuk juga kemungkinan larinya nasabah kartu kredit ke luar negeri.
Selain memaksa dibukanya data pemilik kartu kredit, Ditjen Pajak juga berencana menerapkan mesin perekam transaksi untuk industri ritel melalui sistem cash register.
Bahkan menurut Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Irawan, tahun ini akan dilakukan proyek percontohan sistem ini. "Kami buat pilot project di Jakarta. Mungkin September 2016 bisa mulai," katanya, kepada KONTAN.
Jika sistem ini diterapkan, maka seluruh transaksi ritel akan terekam dan terhubung ke kantor pelayanan pajak (KPP) setempat. Sehingga otoritas pajak bisa menelusuri data pajak yang melakukan transaksi.
"Selain kontrol kepada pengusaha kena pajak (PKP), data itu bisa buat mengecek kewajiban perpajakan," kata Irawan. Sistem ini rencananya akan diterapkan untuk ritel usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News