Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Ketidakpastian dalam sistem hukum dan kurangnya koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan lembaga lain semakin memperburuk situasi.
Dari sisi ekonomi, Syafruddin menilai rendahnya insentif bagi kepatuhan pajak menjadi tantangan tersendiri. Banyak wajib pajak merasa bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat langsung dari pajak yang mereka bayarkan.
Persepsi publik terhadap pengelolaan keuangan negara yang kurang transparan dan maraknya korupsi semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
Baca Juga: Bank Dunia Sebut 26 Negara Termiskin Alami Kondisi Keuangan Terburuk Sejak 2006
"Jika pemerintah tidak dapat menunjukkan bahwa pajak digunakan secara efektif untuk pembangunan dan kesejahteraan, maka banyak individu dan perusahaan akan mencari cara untuk menghindari pajak," ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Kamis (20/3).
Selain itu, tingginya angka ekonomi informal juga turut memperburuk tingkat kepatuhan pajak. Banyak usaha kecil dan pekerja informal yang tidak tercatat dalam sistem perpajakan, sehingga mereka tidak terbiasa dengan kewajiban pajak.
"Tanpa mekanisme yang lebih inklusif dan insentif yang menarik sektor informal ke dalam sistem pajak, basis pajak akan tetap sempit dan ketidakpatuhan akan terus tinggi," katanya.
Baca Juga: Bank Dunia: Satu dari Empat Perusahaan Indonesia Terlibat Penghindaran Pajak
Sebagai solusi, Syafruddin menekankan perlunya reformasi perpajakan yang menyeluruh. Otoritas Pajak harus menyederhanakan sistem pajak, memperkuat penegakan hukum, meningkatkan transparansi anggaran negara, dan memperluas jangkauan pajak ke sektor informal.
"Tanpa reformasi menyeluruh, ketidakpatuhan pajak akan terus menjadi ancaman bagi stabilitas fiskal Indonesia," pungkasnya.
Selanjutnya: Bukalapak (BUKA) Catat Pendapatan Bunga Deposito Rp 1,03 Triliun pada Tahun 2024
Menarik Dibaca: Cerah dan Berawan, Simak Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (21/3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News