Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Dunia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bertahan terhadap pelemahan ekonomi global. Hal tersebut diakibatkan karena resesi yang masih berlanjut di wilayah Eropa, lemahnya pemulihan ekonomi Amerika dan juga perlambatan ekonomi di negara berkembang terutama China.
Meski situasi global yang belum pulih Penasihat Ekonomi Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop memuji stabilitas ekonomi domestik Indonesia, khususnya sektor investasi dan juga inflasi yang rendah dalam dua tahun ke belakang.
"Perekonomian global dan Indonesia sangat kontras. Ekonomi global sangat rapuh dan Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi dan besarnya kepercayaan investor. Salah satu faktor lain dalam perekonomian Indonesia ialah inflasi inti yang rendah dan stabil dan ini terjadi dua tahun terakhir. Inflasi hal yang penting untuk bagaimana bank sentral menanggapi isu ini," kata Ndiame, Senin (15/10).
Menurut Ndiame sektor investasi menjadi kunci dalam kontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa waktu ke belakang. Hal tersebut mempunyai pengaruh ke pertumbuhan dalam jangka pendek saja tapi juga jangka panjang.
Maka dari itu Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 sebesar 6,1% dan tahun depan diperkirakan menjadi 6,3%.
Ndiame menjelaskan bahwa Bank Dunia mencatat neraca transaksi berjalan Indonesia di kuartal II tahun 2012 yang defisit sebesar 3,1% ini mencerminkan konsistensi permintaan investasi yang kuat yang melampaui tabungan dalam negeri. Pelemahan neraca transaksi berjalan di kuartal II tahun 2012 juga tercatat di negara-negara tetangga yakni Malaysia dan Thailand. Hal ini juga karena terpengaruh terhadap jatuhnya harga komoditas global.
Meski begitu Bank Dunia menanti risiko-risiko global yang cenderung meningkat di tahun depan. Pertama, jika ekonomi Amerika terkena kontraksi fiskal pada tahun depan. Faktor ketidakpastian lainnya adalah dampak terhadap aliran masuk portofolio internasional dan harga-harga komoditas dari pembaruan pelonggaran moneter oleh bank-bank sentral.
Ekonom Bank Standard Chartered Fauzi Ikhsan memperkirakan dalam dua tahun ke depan bank sentral di negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika dan China akan memberlakukan kebijakan suku bunga yang sangat rendah. Di samping itu juga akan melakukan penyuntikan likuiditas ke pasar uangnya. Jadi ekses likuiditas tersebut masih diparkir di pasar uang dan di pasar obligasi Amerika karena adanya krisis Eropa.
Menurut Fauzi di saat krisis Eropa akan mereda di semester pertama tahun 2013 dana yang diparkir akan mencari tempat baru khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
"Seperti Indonesia yang pertumbuhan ekonominya pesat, masalahnya negara-negara seperti Indonesia, pertumbuhannya tidak cukup pesat untuk menyerap likuiditasnya ke sektor riil sehingga gap eksesnya akan masuk ke sektor finansial yaitu pasar saham dan obligasi," kata Fauzi.
Fauzi belum bisa menjelaskan lebih rinci berapa kuantitas dana yang dapat masuk ke Indonesia. Dia hanya menjelaskan bahwa peredaran uang itu lebih pesat dibanding pertumbuhan sektor riil. Jadi nantinya dana tersebut akan mencari aset baru ke pasar finansial bukan ke sektor riil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News