kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,87%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Banjir Protes Pelaku Usaha Terkait Kebijakan Relaksasi Impor


Kamis, 04 Juli 2024 / 07:22 WIB
Banjir Protes Pelaku Usaha Terkait Kebijakan Relaksasi Impor
ILUSTRASI. Pemerintah melakukan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 membawa petaka bagi industri manufaktur nasional. Para pengusaha pun melayangkan protes lantaran banjir produk impor makin sulit dibendung.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebut, para produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) mengkritik Permendag 8/2024 karena mengubah pengawasan untuk pelaku usaha pemegang Angka Pengenal Importir Umum (API-U) dari border menjadi post border.

"Ini membuat impor pakaian jadi semakin marak," kata  Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta, Rabu (3/7).

Padahal, tanpa Permendag 8/2024 pun impor pakaian jadi, terutama ilegal, sudah merajalela di dalam negeri. Dalam catatan APSyFI, impor pakaian jadi ilegal atau yang tidak tercatat oleh pemerintah diperkirakan mencapai 663.000 ton atau 33.000 kontainer pada 2023.

APSyFI sendiri telah meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab dengan meneken perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor yang dianggap telah mandek di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama hampir dua tahun.

Baca Juga: Respons Kemenperin Soal Isu Pembahasan Bea Masuk 200% untuk Produk Impor di Istana

Beleid yang ada saat ini yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 38/PMK 0.10/2022 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Pakaian dan Aksesoris Pakaian akan berakhir masa berlakunya pada November nanti.

"Kami minta Menkeu segera terbitkan PMK BMTP kain impor," jelas Redma.

APSyFI juga mengkritik Kemenkeu beserta Bea Cukai yang tidak bisa melindungi pelaku industri TPT dalam negeri dari mafia impor yang membuat produk-produk impor ilegal beredar dengan mudah.

Sebelumnya, Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) telah mengajukan pemberlakuan Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan BMTP untuk membendung produk bahan baku dan barang jadi plastik asal China.

Sekretaris Jenderal Inaplas  Fajar Budiono mengaku, proses pengajuan BMAD dan BMTP tidaklah mudah, karena membutuhkan kajian mendalam yang memakan waktu tak sebentar.

Maka dari itu, Inaplas juga menyerukan agar kebijakan importasi dikembalikan ke Permendag 36/2023. Beleid tersebut dianggap cukup efektif lantaran kegiatan impor harus menyertakan pertimbangan teknis (Pertek).

"Ketika Permendag 8/2024 berlaku, impor barang jadi banjir, sedangkan bahan baku dan penolongnya menumpuk di pelabuhan," tutur Fajar, Selasa (2/7).

Baca Juga: Ada Relaksasi Aturan Impor, Produsen Elektronik Dalam Negeri Kian Tertekan

Industri petrokimia, termasuk plastik, cukup kewalahan menghadapi gempuran impor bahan baku dan barang jadi plastik asal China. Maklum, China sedang mengalami kondisi kelebihan pasokan, sehingga mereka mengalihkan produknya ke Indonesia. Bahkan, pemerintah China mensubsidi pelaku usaha yang melakukan ekspor ke negara lain. Akibatnya, utilisasi industri plastik terus menyusut hingga ke level 50% saat ini.

Pelaku usaha elektronik juga kesulitan semenjak Permendag 8/2024 terbit. Sebab, produk elektronik impor asal China menyerbu pasar domestik, hingga masuk ke platform e-commerce. Umumnya, produk elektronik China dijual dengan harga murah, sehingga produsen lokal sulit bersaing.

"Kami sangat mendukung diberlakukannya Permendag 36./2023 sebagai salah satu regulasi penting untuk meningkatkan investasi dan produksi dalam negeri," terang Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman, Selasa (2/7).

Tidak hanya itu, indutstri keramik nasional juga masih menghadapi tantangan besar berupa maraknya produk keramik impor ilegal dari China. Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki) pun sudah jauh-jauh hari mengajukan BMAD ke pemerintah untuk mengatasi impor keramik dari China.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, pihaknya sudah mendapat laporan penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) bahwa China telah terbukti melakukan praktik dumping terhadap produk keramik ke Indonesia. Pihak Asaki pun mendesak Kemenkeu segera mengeluarkan PMK terkait BMAD di sektor keramik.

"Kami tidak menentang impor keramik dari China, namun kami lawan tindakan dumping yang merugikan industri dalam negeri," ucap Edy, Rabu (3/7).

Kebijakan BMAD diharapkan dapat mengembalikan utilisasi produksi keramik nasional yang sempat turun menjadi 63% pada semester I-2024, dibandingkan 69% pada tahun sebelumnya. Adapun saat ini, kapasitas terpasang industri keramik nasional berada di level 625 juta meter persegi (m2) per tahun dan berpotensi melonjak ke level 700 juta m2 per tahun ketika agenda ekspansi penambahan kapasitas produksi terealisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×