Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia secara tegas menyatakan bahwa kebijakan larangan ekspor bijih nikel akan tetap diberlalukan.
Menurutnya, kebijakan hirilisasi nikel selain mendatangkan nilai tambah, juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah penghasil nikel di Indonesia.
Pernyataan ini diungkapkan atas rekomendasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang meminta Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
“Akibat hilirisasi terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terutama daerah penghasil komoditas bahan baku,” tutur Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (30/6).
Baca Juga: Respons IMF, Bahlil: Larangan Ekspor Akan Tetap Dijalankan
Dia mengungkapkan, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita penghasil nikel sejak 2019 hingga 2022, di antaranya Sulawesi tengah, Sulawesi tenggara dan Maluku Utara mengalami pertumbuhan PDRB per kapita di atas rerata nasional yang sebesar 6,4%.
Untuk Sulawesi Tengah, rerata pertumbuhan PDRB-nya mencapai 20,3% selama 2019 hingga 2022, atau dari 2019 yang sebesar Rp 61,05 juta meningkat menjadi Rp 105,54 juta pada 2022.’
Kemudian, rerata pertumbuhan PDRB Sulawesi Tenggara selama periode tersebut sebesar 6,7%, atau dari 2019 sebesar Rp 48,51 juta, meningkat menjadi Rp 58,76 juta. Terakhir, untuk Maluku Utara rerata pertumbuhan PDRB selama periode tersebut sebesar 19,4%, atau pada 2019 mencapai Rp 32,12 juta, meningkat menjadi rp 53,74 juta.
“Maluku utara, sebelum hilirisasi ada Antam. Antam ambil bahan bakunya saja bangun smelter. Dulu pertumbuhan ekonominya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, sekarang Maluku Utara di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 19%,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News