Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Seretnya penerimaan pajak menjadi risiko fiskal utama saat ini. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih konservatif dinilai lebih baik dibandingkan dengan melebarkan batasan defisit anggaran .
Menteri Keuangan periode 2013-2014, M Chatib Basri mengatakan, perkonomian dunia yang melambat ditambah harga komoditas yang rendah menjadi penyebab seretnya penerimaan pajak di tengah upaya pemerintah menggencarkan belanja. Konsekuensi dari hal tersebut adalah pelebaran defisit anggaran dari yang ditargetkan oleh pemerintah, sebesar 2,35% dari produk domestik bruto (PDB).
Meski demikian menurut Chatib, defisit anggaran harus dijaga agar tidak melebihi batas 3% sebagaimana batasan yang diatur dalam undang-undang keuangan negara.
"Kalau undang-undang itu direvisi maka potensi kita dianggap berisiko fiskal meningkat," kata Chatib dalam Seminar bertajuk ’Pikiran Ekonomi Politik Dr. Sjahrir: Relevansinya Sekarang dan Masa Depan’ di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (28/7).
Menurut Chatib, batasan defisit anggaran membantu pemerintah mengontrol bersaran utang luar negeri pemerintah. Saat ini, rasio utang luar negeri terhadap produk domesti bruto (PDB) telah mencapai angka 26%.
Selain itu, defisit anggaran menjadi salah satu kriteria penilaian oleh lembaga pemeringkat. Jika batas maksimal defisit anggaran dilebarkan, akan menimbulkan risiko hilangnya kepercayaan dari investor sehingga menyebabkan arus modal asing keluar (capital outflow), sebagaimana yang dialami oleh Brazil dan Turki. Sementara India berhasil bangkit setelah mengurangi defisit anggarannya dari 6% menjadi 3%.
Di sisi lain, batasan defisit anggaran 3%, pemerintah terdorong membelanjakan anggaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, belanja pemerintah lebih berkualitas sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. "Itu yang selama ini menyelamatkan Indonesia dari kepercayaan investor," tambahnya.
Ia mengakui, kondisi ini akan menimbulkan konsekuensi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Namun ia menilai, jika pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini hanya 5%-5,1%, sudah menjadi capaian yang cukup bagus bagi Indonesia.
Angka pertumbuhan ekonomi tersebut lanjutnya, lebih baik dibandingkan negara lain yang pertumbuhannya stagnan bahkan negatif. "Kalau Indonesia bisa perlahan tumbuh ke arah lebih tinggi, tentu bagus. Tetapi kita harus realistis dengan kondisi eksternal yang dihadapi. Pasti pemerintah akan effort yang lebih tinggi," tambah dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengatakan bahwa adanya batas maksimal defisit anggaran menjadi pengontrol utang luar negeri. Jika batasan defisit anggaran dilebarkan maka utang luar negeri meningkat yang menimbulkan risiko guncangan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News