Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Mulai 2014, Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan membagikan 10% dana bagi hasil cukai tembakau ke semua pemerintah provinsi (pemprov) di Indonesia. Bagi provinsi penghasil cukai atau tembakau tetap akan menerima bagi hasil cukai tembakau yang selama ini telah diberikan sebesar 2%.
Jadi, daerah penghasil cukai dan tembakau akan mendapatkan bagi hasil dari jatah 10% plus 2%. "Kami sedang membahas model pemungutan untuk 10%. Kalau yang 2% sekarang dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai," kata Kepala Seksi Dana Bagi Hasil Pajak Kemkeu, Lesmana Mosa, di sebuah diskusi, Rabu (27/7).
Ketentuan ini akan tertuang dalam Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan dari Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam UU tersebut, pemerintah pusat wajib memberikan bagi hasil 10% dari total penerimaan cukai tembakau kepada pemerintah provinsi paling lambat tahun 2014.
Besar kecilnya bagian pemerintah daerah dari dana bagi hasil 10% itu tergantung jumlah penduduk di daerah itu. Berdasarkan aturan, dana bagi hasil yang akan diberikan kepada Pemprov, 70% akan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota di pemprov tersebut. "50% dana bagi hasil cukai tembakau ini harus dipakai untuk anggaran kesehatan," kata Harry Azhar Aziz, mantan Ketua Pansus UU Pajak daerah yang kini Wakil Ketua Komisi XI DPR.
Tak sebanding biaya
Selama ini, bagi hasil cukai 2% dari total penerimaan cukai tembakau diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No 197/PMK.07/2009 tentang Dasar Pembagian Bagi Hasil Cukai Tembakau kepada Provinsi Penghasil Cukai dan Penghasil Tembakau.
Tahun 2010, total bagi hasil ini sebesar Rp 1,2 triliun dari total penerimaan cukai tembakau senilai Rp 63,2 triliun. Tahun ini diperkirakan jumlahnya juga sama dengan tahun lalu. Dana itu akan dibagikan kepada 20 provinsi yang berhak menerima 2%.
Tahun ini, tiga provinsi terbesar menerima dana bagi hasil berdasarkan alokasi sementara, ialah Jawa Timur sebesar Rp 618,7 miliar, Jawa Tengah (Rp 288,12 miliar), dan Nusa Tenggara Barat (Rp 131,5 miliar).
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng menyatakan dana bagi hasil tembakau selama ini tak sebanding dengan biaya kesehatan akibat merokok. Tahun lalu, total biaya medis akibat rokok untuk 14,9 juta kasus mencapai Rp 18,5 triliun.Rinciannya, rawat inap Rp 15,4 triliun dan rawat jalan Rp 3,1 triliun. "Merokok ini sangat merugikan," kata Ekawati.
Penelitian Lembaga Demografi UI menyebutkan, 10 tahun ini, dana yang dihabiskan seseorang untuk mengisap rokok Rp 36,5 juta, dengan asumsi rata-rata harga rokok Rp 10.000 per bungkus. "Seharusnya bisa untuk kepentingan lain seperti pendidikan, modal usaha, dan lainnya," kata Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi UI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News