Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) masih menggodok relaksasi atau penurunan tarif bea keluar mineral mentah (ore). Dalam relaksasi itu, Kemkeu rencananya bakal menyesuaikan tarif bea keluar ekspor tambang berdasarkan penyerapan investasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Andin Hadiyanto menjelaskan, saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang aturan relaksasi bea keluar ekspor mineral. Dalam PMK tersebut, nantinya akan ada semacam penyesuaian tarif bagi perusahaan tambang hanya bagi yang akan membangun smelter.
Penyesuaian tarif akan didasarkan pada kemajuan pembangunan smelter dari tingkat penyerapan investasinya. "Misalnya 10% penyerapan, akan dikenakan tarif berapa persen. Semakin tinggi penyerapan, semakin rendah bea keluarnya," kata Andin, Selasa (3/6).
Walau akan ada penyesuaian tarif bea keluar, namun menurut Andin, jangka waktu pembangunan smelter tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal bea keluar bahan mineral, yaitu tiga tahun dari 2014 hingga 2016. Dengan jangka waktu itu maka pada tahun 2017 ditargetkan smelter akan siap berproduksi sehingga tarif bea keluar akan dihapuskan.
Tanpa mengatakan lebih detail mengenai berapa persen penurunan tarif bea keluarnya, Kemkeu menargetkan bakal mengeluarkan PMK relaksasi bea keluar ini pada bulan ini. Dengan begitu maka ekspor bahan mineral mentah olahan bisa dilaksanakan dengan segera.
Sekedar informasi, bea keluar mineral mentah diatur dalam PMK Nomor 6/PMK.011/Tahun 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. PMK ini terbit pada 11 Januari 2014 dengan kisaran bea keluar antara 20%-60% hingga 2016. PMK ini mengatur aturan bea keluar bagi perusahaan yang tidak berniat membangun smelter. Sedangkan bagi perusahaan yang berniat membangun smelter akan menggunakan tarif baru dalam PMK yang saat ini sedang digodok pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News