kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Aturan BUT penyedia OTT asing dipertegas


Rabu, 15 Maret 2017 / 22:29 WIB
Aturan BUT penyedia OTT asing dipertegas


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengeluarkan surat edaran sebagai penjelasan pedoman penentuan Badan Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet atau over the top (OTT).

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor SE - 04/PJ/2017. Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa pada prinsipnya surat edaran tersebut memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT

“Penentuannya berdasarkan ketentuan yang berlaku, yakni UU PPh dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), untuk menjadi pedoman penentuan BUT bagi subjek pajak luar negeri yang menyediakan Layanan OTT,” katanya kepada KONTAN, Rabu (15/3).

Ia mengatakan, pertimbangan dari dikeluarkannya surat edaran ini juga memiliki hubungan dengan upaya penyelesaian pajak Google yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.

“Artinya menegaskan bahwa Google memang memiliki BUT di Indonesia, sepanjang memenuhi hal-hal yang ada dalam surat edaran tersebut. Ini berlaku juga untuk SPLN lain yang menyediakan Layanan OTT,” ucapnya.

Mengutip Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), Ken menegaskan yang dimaksud BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.

BUT menurut aturan tersebut bisa berupa tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; hingga komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Adapun aturan lain yang dikutip oleh Ken dalam surat edaran itu adalah aturan P3B. Berdasarkan P3B, pajak atas laba usaha SPLN yang berasal dari negara mitra adalah berdasarkan keberadaan BUT.

Nah, laba usaha yang diperoleh SPLN dapat dikenai pajak di Indonesia, sepanjang usaha SPLN tersebut dilakukan melalui BUT di Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×