Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Upaya hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempailitkan PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM) berbuah manis. Hakim menyetujui gugatan itu, sehingga ASM pun berstatus pailit.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Mas'ud bilang, permohonan yang diajukan OJK itu sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 4 dan 5 Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepailiatan dan PKPU.
Pasal tersebut pada intinya menjelaskan, bagi Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Majelis juga menilai, ASM tidak bisa menjaga kesehatan keuangan (solvabilitas ) dalam menjalankan usahanya untuk memenuhi kewajiban para pemegang polis seperti diatur dalam Pasal 11 ayat 1a dan 1b Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian setelah izin usahanya dicabut oleh Kementerian Keuangan pada 28 Desember 2012.
Berdasarkan laporan keuangan Triwulan I-2010 rasio tingkat pencapaian solvabilitas ASM kurang dari 120%. Diketahui, jumlah kekayaan ASM saat itu sebesar Rp 62,53 miliar. Sedangkan jumlah cadangan teknis ditambah utang klaim retensi sendiri Rp 76,31 miliar.
Saat itu , lanjut Mas'ud, OJK sudah memberikan peringatan kepada ASM sebanyak tiga kali untuk segera memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Tapi peringatan tersebut tak kunjung direspon oleh ASM.
Selain itu, Majelis berpendapat, OJK berhasil membuktikan secara sederhana bahwa ASM memiliki lebih dari satu kreditur. Adapun kreditur lain itu yakni, Perum Jamkrindo dengan total klaim yang telah jatuh tempo per 31 Desember 2015 dengan total klaim Rp 76,36 miliar.
Kemudian, PT BNI Syariah dengan total klaim Rp 3,39 miliar dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat sebesar Rp 55,24 miliar yang timbul berdasarkan perjanjian kerjasama tentang program asuransi.
"Mengadili, menolak eksepsi termohon dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya serta menyatakan PT ASM dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya," ungkap Mas'ud dalam amar putusan yang dibacakan, Selasa (6/9).
Ditemui seusai persidangan Direktur Litigasi dan Bantuan Hukum OJK Rizal Ramadhani memyambut baik putusan majelis hakim tersebut. "Putusan majelis sudah tepat karena memang tujuan dari permohonan pailit ini untuk melindungi kreditur," ucapnya kepada KONTAN.
Menurutnya, OJK memiliki kewenangan untuk melindungi pemegang polis saat asuransi yang bersangkutan sudah tidak bisa lagi mengembalikan dana pemegang polis. Dengan demikian, menurutnya atas putusan majelis ini nasib para kreditur ASM terjamin secara hukum untuk dananya kembali dari penjualan aset yang dilakukan oleh tim kurator.
Ia juga bilang, putusan majelis itu sekaligus menolak eksepsi ASM yang menyatakan seharusnya permohonan pailit ini tidak harus dilakukan karena berdasarkan UU Persusahaan Terbatas, perusahaan perbankan bisa melakukan likuiditas sendiri sebelum dijatuhkan dalam kepailitan.
"UU tersebut tidak barlaku bagi perusahaan yang menghimpun dana masyarakat jadi bisa dibilang tidak adil jika ada dana masyarakat disitu tapi mereka melakukan likuidasi sendiri," tambah Rizal.
Atas putusan ini, OJK berharap ASM bisa lebih kooperatif dalam menjalani proses kepailitan ini sebab, hal ini menyangkut dana masyarakat. Sementara itu, dalam kesempatan yang sama kuasa hukum ASM Vicky Puspawardana bilang, pihaknya masih pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum kasasi.
"Sebetulnya banyak pertimbangan majelis yang tidak sesuai menurut kami, untuk kasasi kami akan bicarakan lebih lanjut dengan prinsipal," ujarnya singkat.
Sekadar tahu saja, OJK sebelumnya pernah mengajukan permohonan pailit kepada ASM pada 29 Februari 2016. Permohonan itu ditolak oleh majelis hakim karena dinilai kabur dan tidak jelas.
Saat itu majelis menilai permohonan OJK terdapat kesalahan penyebutan izin usaha atas nama perusahaan ASM yang diulang lebih dari satu kali. Sehingga majelis menilai permohonan pernyataan kepailitan yang diajukan OJK tidak merujuk pada data yang valid dan benar.
Adapun pertimbangan, OJK mengajukan permohonan baru karena berdasarkan kesepakatan dari internal yang meminta pendapat dari beberapa ahli hukum. "Karena penolakan itu tidak berkesan substansial hanya kesalahan teknis saja jadi kami lebih baik mengajukan permhonan baru dibandingkan kasasi," ujar Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News