kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asumsi Inflasi pada Tahun 2023 Dikerek Menjadi 3,6%, Ini Penjelasan Bos BI


Rabu, 31 Agustus 2022 / 19:51 WIB
Asumsi Inflasi pada Tahun 2023 Dikerek Menjadi 3,6%, Ini Penjelasan Bos BI
ILUSTRASI. Pedagang menata bahan makanan yang dijual di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (7/6/2022). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah menyepakati asumsi ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. Dalam kesepakatan tersebut asumsi inflasi dan nilai tukar rupiah berbeda dengan yang ada dalam RAPBN.

Tingkat inflasi ditargetkan mencapai 3,6% tahun depan, sebelumnya dalam RAPBN inflasi hanya 3,3%. Sementara itu, untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuat menjadi Rp 14.800 dari awalnya Rp 14.750.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, pihaknya bersama Kementerian Keuangan terus berkoordinasi untuk mengendalikan nilai tukar dan juga inflasi.

“Kami intervensi dalam jumlah yang cukup besar terkait nilai tukar rupiah, lalu melakukan operasi seperti menjual SBN yang jangka panjang agar menjadi inflow, tetapi memberi SBN jangka panjang agar biaya SBN Menteri Keuangan tidak naik terlalu cepat,” tutur Perry saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8).

Baca Juga: Pemerintah dan DPR Sepakati Asumsi Makro 2023, Inflasi Dikerek Jadi 3,6%

Adapun Perry mengatakan, tingginya potensi inflasi pada 2023 menjadi dasar keputusan peningkatan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) dari 3,5% menjadi 3,75%.

Meski begitu, Ia memperkirakan inflasi tahun depan bisa tembus hingga 4%, tergantung kebijakan pengendalian subsidi energi. Selain itu, inflasi di tanah air juga akan sangat bergantung pada supply pangan.

“Kami juga akan terus melakukan koordinasi terkait supply pangan. Terakhir BI telah melakukan pengendalian inflasi pangan di berbagai daerah,” jelasnya.

Untuk itu, ke depan Perry mendorong kepada tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) dan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) agar bekerja sama untuk mengendalikan inflasi agar tidak semakin tinggi lagi. Selain itu pemerintah bersama BI juga akan terus bekerja sama melalui instrumen fiskal dan moneter.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara berharap asumsi inflasi salah satu indikator asumsi ekonomi makro yang sudah disepakati dapat tercapai.

“Kami sangat berharap apa yang sudah disepakati ini dapat tercapai. Bukan hanya angka yang kemudian, tidak sampai nggak masalah, melebihi juga nggak masalah. Jadi apa yang sudah kita sepakati bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,” katanya.

Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Pertumbuhan Ekonomi di Kuartal III-2022 di Atas 5%

Adapun Amir mengatakan, penyumbang inflasi terbesar di daerah ternyata bersumber dari komoditas cabai, rokok kretek, ikan tongkol, bawang merah, dan angkutan udara.

Menurutnya, untuk mengendalikan harga komoditas pangan di daerah sebenarnya bisa dikendalikan dengan mudah, misalnya saja terkait mobilisasi, dan menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan.

“Pengendalian inflasi sebenarnya bisa diperkuat. Sebenarnya bawang merah dan cabai merah ini produksinya ada, namun tinggal bagaimana distribusinya, agar tidak terjadi kelangkaan di daerah tertentu,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×