Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) mengusulkan, anggaran subsidi listrik dalam asumsi makro RAPBN 2018 naik dari Rp 45 triliun menjadi Rp 52,66 triliun-Rp 56,77 triliun.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, penaikan anggaran subsidi listrik tidak berarti jumlah penerimanya bertambah. Sejalan dengan langkah pemerintah pada tahun ini yang ingin mengurangi jumlah penerima subsidi golongan 900 VA untuk dialokasikan ke pembangunan.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, kenaikan anggaran tersebut dipicu perubahan harga minyak Indonesia (ICP). Dalam usulan Rancangan APBN 2018, ICP diprediksi berada di kisaran US$ 45 sampai US$ 60 per barel. Sedangkan pada APBN tahun ini ditetapkan US$ 45 per barel.
“Naik itu, karena perubahan parameter ICP. Kalau parameternya lebih tinggi kemungkinan menambah beban anggaran subsidi,” kata Askolani di Jakarta, Jumat (16/6).
Ada pula parameter lainnya yang dipantau akan mempengaruhi beban anggaran subsidi, yaitu depresiasi nilai tukar rupiah. Dalam R-APBN 2018, nilai tukar diusulkan berada pada Rp 13.500 hingga Rp 13.800 per dolar AS. Sementara tahun ini, rupiah diasumsikan Rp 13.300 per dolar AS dalam APBN.
“Jadi kenaikan hanya karena parameter saja,” ucapnya.
Sementara, soal jumlah penerima, Askolani menegaskan, penerima subsidi listrik pada tahun depan masih akan sama dengan penerima pada tahun ini, di mana pemerintah melakukan penyesuaian tarif kepada 19,1 juta pelanggan golongan 900 VA lantaran dianggap tidak berhak mendapatkan subsidi.
“Harapan kami basisnya adalah kebijakan subsidi penghabisan di 2017 ini, kemudian di 2018 tidak ada perubahan lagi. Penerimanya sama, ini jadi basis untuk menghitung 2018,” ujar Askolani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News