Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) terus menggodok rencana kebijakan pengampunan pajak terbatas atau special tax amnesty yang ingin diterapkan tahun ini. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemkeu akan mematok batasan minimal aset di luar negeri yang harus dilaporkan masyarakat dalam Surat Pemberitahuan (SPT) special tax amnesty.
Direktur Penyuluhan, Pengembangan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama bilang, di kajian special tax amnesty ada klausul batasan toleransi pelaporan aset wajib pajak yaitu memiliki selisih 10% dari total aset yang tersimpan di luar negeri. Artinya, wajib pajak harus melaporkan minimal 90% dari total asetnya di luar negeri. "Jika ternyata selisihnya lebih dari 10%, SPT itu batal demi hukum," kata Mekar, Kamis (4/6).
Nah, untuk mengetahui nilai kekayaan wajib pajak yang meminta tax amnesty, Mekar bilang pemerintah akan memanfaatkan program Automatic Exchange of Informantion (AEOI) untuk memperkaya informasi perpajakan. AEOI adalah pedoman pertukaran data di Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan diadopsi di 90 negara.
Indonesia telah menjadi anggota aktif OECD dan akan mengadopsi AEOI pada 2017. Dengan demikian, pemerintah bisa mendapatkan data wajib pajak mulai dari kepemilikan aset, simpanan, hingga kegiatan transaksi keuangan lainnya dari negara anggota lainnya.
Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijohandojo Kristanto meramal, special tax amnesty tahun ini akan gagal karena waktu persiapan terlalu singkat. "Idealnya, tahun depan," kata Prijohandojo. Selain itu tarif denda atau tebusan sebesar 10%-15% dari nilai aset dinilai terlalu besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News