kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -21.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.625   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

AS Anggap Aturan Bea Barang Digital Indonesia Bikin Repot dan Bebani Industri


Senin, 21 April 2025 / 13:14 WIB
AS Anggap Aturan Bea Barang Digital Indonesia Bikin Repot dan Bebani Industri
ILUSTRASI. AS menyoroti kebijakan Indonesia yang mengenakan prosedur bea cukai terhadap barang digital, seperti perangkat lunak dan konten unduhan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui laporan perdagangan terbarunya menyoroti kebijakan Indonesia yang mengenakan prosedur bea cukai terhadap barang digital, seperti perangkat lunak dan konten unduhan. 

Kebijakan ini dinilai menambah beban administratif, memperbesar biaya operasional, dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi pelaku industri digital internasional.

Dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), disebutkan bahwa sejak 14 Januari 2023, Indonesia mulai menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 190/PMK.04/2022, yang secara resmi mengatur prosedur bea cukai untuk barang tidak berwujud (intangible goods) seperti pengunduhan perangkat lunak, konten media, dan layanan berbasis cloud.

Baca Juga: Pasar Cemas Trump Ganggu The Fed, Dolar Melemah Tajam Senin (21/4) Pagi

Peraturan ini mengklasifikasikan barang digital di bawah Bab 99 tarif kepabeanan Indonesia, serta menetapkan persyaratan dokumen dan prosedur pelaporan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. 

Namun, USTR menilai peraturan ini memberatkan dan tidak jelas, terutama karena memuat kewajiban penyimpanan dokumen (paperwork retention) yang tidak didefinisikan secara rinci.

"Para pemangku kepentingan melaporkan bahwa peraturan tersebut menciptakan beban administratif yang signifikan pada industri AS dengan memberlakukan persyaratan penyimpanan dokumen baru yang tidak jelas dan tidak pasti," dikutip dari laporan tersebut, Senin (21/4).

Dalam laporan tersebut, AS telah mengangkat isu ini dalam Komite Fasilitasi Perdagangan WTO sejak Juni 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×