kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.980.000   15.000   0,76%
  • USD/IDR 16.810   20,00   0,12%
  • IDX 6.446   7,70   0,12%
  • KOMPAS100 927   0,91   0,10%
  • LQ45 722   -0,90   -0,12%
  • ISSI 206   1,64   0,80%
  • IDX30 375   -0,74   -0,20%
  • IDXHIDIV20 453   -1,23   -0,27%
  • IDX80 105   0,08   0,08%
  • IDXV30 111   0,28   0,25%
  • IDXQ30 123   -0,06   -0,05%

AS Anggap Aturan Bea Barang Digital Indonesia Bikin Repot dan Bebani Industri


Senin, 21 April 2025 / 13:14 WIB
AS Anggap Aturan Bea Barang Digital Indonesia Bikin Repot dan Bebani Industri
ILUSTRASI. AS menyoroti kebijakan Indonesia yang mengenakan prosedur bea cukai terhadap barang digital, seperti perangkat lunak dan konten unduhan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui laporan perdagangan terbarunya menyoroti kebijakan Indonesia yang mengenakan prosedur bea cukai terhadap barang digital, seperti perangkat lunak dan konten unduhan. 

Kebijakan ini dinilai menambah beban administratif, memperbesar biaya operasional, dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi pelaku industri digital internasional.

Dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), disebutkan bahwa sejak 14 Januari 2023, Indonesia mulai menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 190/PMK.04/2022, yang secara resmi mengatur prosedur bea cukai untuk barang tidak berwujud (intangible goods) seperti pengunduhan perangkat lunak, konten media, dan layanan berbasis cloud.

Baca Juga: Pasar Cemas Trump Ganggu The Fed, Dolar Melemah Tajam Senin (21/4) Pagi

Peraturan ini mengklasifikasikan barang digital di bawah Bab 99 tarif kepabeanan Indonesia, serta menetapkan persyaratan dokumen dan prosedur pelaporan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. 

Namun, USTR menilai peraturan ini memberatkan dan tidak jelas, terutama karena memuat kewajiban penyimpanan dokumen (paperwork retention) yang tidak didefinisikan secara rinci.

"Para pemangku kepentingan melaporkan bahwa peraturan tersebut menciptakan beban administratif yang signifikan pada industri AS dengan memberlakukan persyaratan penyimpanan dokumen baru yang tidak jelas dan tidak pasti," dikutip dari laporan tersebut, Senin (21/4).

Dalam laporan tersebut, AS telah mengangkat isu ini dalam Komite Fasilitasi Perdagangan WTO sejak Juni 2023.

Selanjutnya: Kimia Farma (KAEF) Targetkan Pertumbuhan Berkelanjutan pada 2025, Intip Strateginya

Menarik Dibaca: Resep Nasi Kuning untuk Tumpeng dengan Lauk Sederhana, Inspirasi Lomba Hari Kartini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×