kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

APROBI: Produksi CPO Indonesia 45 juta ton, Malaysia 28 juta ton


Selasa, 25 Desember 2018 / 13:38 WIB
APROBI: Produksi CPO Indonesia 45 juta ton, Malaysia 28 juta ton
ILUSTRASI. Sapi ternak di kebun PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan Indonesia dan Malaysia dalam bisnis kelapa sawit terus terjadi. Keduanya saling klaim memiliki produksi terbaik. Namun tuk jenis bibit dan proses tidak ada perbedaan.

“Tidak ada perbedaan antara CPO Malaysia dan Indonesia, bedanya hanya di tingkat produktivitas, kualitas dan metode penanamannya. Untuk bibitnya dan prosesnya itu sama saja,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), MP Tumanggor, kepada Kontan.co.id, Selasa (25/12).

ia menyebut untuk produksi CPO, Indonesia masih mengungguli Malaysia. Dimana produksi Indonesia mencapai 45 juta ton per tahun, sedangkan Malaysia hanya 28 juta ton per tahun. Hal ini mengingat lahan perkebunan di Indonesia cukup besar mencapai 20 juta ha.

Meski demikian Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), Bambang menyebut bahwa rata-rata produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) untuk perkebunan sawit rakyat sekitar 2-3 ton per ha, sedangkan Malaysia 12 ton per ha. "Produktivitas kita saat ini 2-3 ton per ha, padahal kita bisa tingkatkan hingga 8 ton per ha, Malaysia saja bisa 12 ton," kata Bambang belum lama ini.

Namun demikian yang Tumanggor mengakui bahwa Malaysia memiliki keunggulan dari sisi marketingnya. Hal ini terbukti dari lobi yang dilakukan Malaysia ke India dengan mengurangi bea masuk CPO mereka. “Artinya mereka dari sisi marketingnya lebih baik dari kita untuk mensiasati pasar dunia , mereka lebih pinter dari kita di sisi marketing, tapi kalau produksi mereka kalah,” ungkapnya.

Tumanggor menjelaskan bahwa untuk penjualan CPO ini, balik lagi ke negara masing-masing, bagaimana kemampuan untuk melakukan diplomasi perdagangan dan bagaimana meyakinkan pembeli. Hal ini merupakan tak tik dalam melakukan bisnis, untuk memberi daya tarik produknya.

“Kalau harga dunia sama saja, ini tergantung teknik memasarkannya, mereka (Malaysia) mengatakan bahwa minyak mereka lebih baik dari Indonesia, padahal sama saja, mereka mengklaim. Tapi ya itu bisnis ya semua mengatakan produknya lebih baik,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hal yang dianggap menarik bagi pembeli CPO Indonesia adalah dari hal sertifikasi. Misalkan saja Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Artinya semua CPO hampir sama, mungkin kadarnya saja yang berbeda tergantung pembeli. Tapi juga ada setifikasi yang diinginkan pembeli misalkan CPO yang berasal dari perusahaan sawit yang kebunnya bukan dari perambahan hutan, bukan dari gambut,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×