Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung, menyambut baik keterangan yang disampaikan oleh Menko Perekonomian mengenai larangan ekspor bahan baku minyak goreng hanya pada RBD Palm Olein.
Namun, Gulat menyayangkan seharusnya keterangan resmi tersebut dapat disampaikan ke masyarakat begitu Presiden Jokowi menyampaikan arahannya, sehingga tidak memberi ruang dan waktu kepada spekulan untuk menurunkan harga TBS Petani sawit.
"Secara hitungan matematis dan ekonomis, larangan eksport RBD palm olein ini tidak akan mempengaruhi konsumsi TBS dan harga TBS petani. Namun ketidakpastian sebelumnya membuat semua sesuka hati membuat harga TBS Petani," kata Gulat dikonfirmasi Kontan.co.id, Rabu (27/4).
Dengan adanya larangan eksport RBD palm olein, bukan berarti meniadakan konsumsi TBS untuk Produk lain seperti oleokimia, biodisel, refined PKO, crude PKO dan CPO. Diketahui, data eksport RBD palm olein tahun 2021 diketahui sebesar 14.164.793 KL atau setara 63% dari total produksi RBD palm olein Indonesia tahun 2021 yaitu 22.468.337 KL.
Baca Juga: P3PI Dorong Perlindungan Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit
Sedangkan konsumsi dalam negeri RBD palm olein adalah sebesar 8.303.544 KL atau 37%. Lantaran yang dilarang ekspor adalah hanya RBD palm olein, maka Gulat menyarankan agar 63% RBD palm olein dengan tujuan ekspor, hanya perlu dikonversikan TBS-nya ke produk lain seperti oleokimia, biodisel, refined PKO, crude PKO, CPO.
"Artinya serapan TBS Petani tidak akan terganggu akibat setop ekspor RBD Palm Olein tersebut, karena mekanisme tujuan produk akan berlaku sesuai demand pasar yang menyesuaikan kepada regulasi yang ada," tuturnya.
Oleh karena itu Apkasindo menghimbau kepada semua pabrik kelapa sawit (PKS) dari Aceh sampai Papua untuk tunduk dan patuh kepada regulasi yang ada. Diantaranya kebijakan Permentan 01 tahun 2018 dan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Tataniaga TBS sebagai turunan dari Permentan tersebut.
"Stop PKS berlaku curang dan cari untung melebihi kewajaran 'pesta sudah usai'. Dan kepada para pembeli CPO yang dikenal dengan the big five, supaya membeli CPO-CPO dari PKS-PKS dengan harga KPBN, Pak Menko sudah memberi keterangan, yang ditunggu 4 hari ini. Semua ini saling berhubungan dengan harga TBS kami petani," ungkapnya.
Secara umum Apkasindo melihat, bahwa delapan Provinsi sawit yang sudah memiliki Pergub Tataniaga TBS lebih aman dan fleksibel pada situasi tidak kondusif sejak tanggal 22-26 April, dimana penurunan harga TBS berkisar 20-40%.
Baca Juga: Harga TBS Kelapa Sawit Terjun Bebas, Ini yang Diminta Serikat Petani Indonesia (SPI)
Namun, kondisi berbeda terjadi di provinsi yang belum memiliki Pergub Tataniaga TBS, dimana saat pengumuman larangan oleh Presiden terjadi penurunan harga TBS 55-70% dibandingkan sebelum tanggal 22 April.
Ia mengungkap, akibatnya Petani sawit telah mengalami kerugian sekitar Rp11,7 triliun selama 4 hari sebelum pengumuman resmi pelarangan ekspor tersebut.
"Setelah WD (tidak sepakat) saat tender CPO di KPBN hari Senin lalu (25/4), dengan penjelasan dari Menko Airlangga ini, diharapkan proses tender CPO hari ini di KPBN ( Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) bisa berjalan normal Kembali sesuai dengan harga CPO internasional. Dimana diketahui penawaran tertinggi saat tender di KPBN (25/4) adalah Rp15.000 dan WD pada angka Rp17.070/kg," kata Gulat.
Gulat menegaskan pihaknya akan memonitor langsung tender di KPBN Jakarta. "Kami berharap Aparat Penegak Hukum (APH), Satgas Pangan Nasional dan Provinsi supaya dengan ketat mengawasi pelaksanaan kebijakan Presiden Jokowi dan keterangan dari Menko Airlangga, terkhusus harga beli dari TBS Petani yang dilakukan oleh PKS”, harap Gulat.
Namun jika masih ditemukan PKS yang membandel, Apkasindo mengusulkan agar ditindak secara pidana dan cabut izin PKS atau izin perdagangannya.
Saat ini, Apkasindo juga menyediakan Posko Pengaduan apabila ditemukan, PKS yang melakukan kecurangan harga TBS. Adapun sejak Posko Pengaduan dibuka, Gulat menyampaikan, sudah masuk ribuan laporan petani sawit yang berasal dari 22 Provinsi.
"Kami akan memonitor terus dan melaporkannya ke aparat penegak hukum untuk ditindak," kata Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News