kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apindo usul tes insolvensi jadi syarat PKPU, ini respons AKPI


Rabu, 08 September 2021 / 13:41 WIB
Apindo usul tes insolvensi jadi syarat PKPU, ini respons AKPI
ILUSTRASI. Apindo mengusulkan tes insolvensi menjadi syarat PKPU.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pemerintah mempercepat revisi UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Salah satunya mengusulkan aspek tes dalam penetapan kepailitan perusahaan (insolvency test/tes insolvensi).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba mengatakan, pada umumnya di beberapa negara syarat terjadinya kepailitan adalah adanya insolvensi. Jadi normalnya jika kondisi keuangan ataupun aset yang dimiliki debitur tidak lagi mencukupi (mampu) untuk membayar utang-utang nya, maka terjadilah insolvensi. Selain itu debitur sudah berhenti membayar utangnya.

Namun demikian, syarat kepailitan di Indonesia berbeda, tanpa memerlukan insolvensi test. James menyebut, syarat untuk dapat dinyatakan pailit di Indonesia sebagaimana Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan adalah terdapat minimal 2 utang. Serta salah satu utangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

“Jadi tidak dipermasalahkan apakah kondisi debitur sudah insolvensi atau tidak,” ucap James saat dihubungi, Selasa (7/9).

Baca Juga: Pembahasan penundaan PKPU dan kepailitan dimulai, ini penyebabnya

Jika menganut persyaratan insolvensi tersebut, maka untuk dapat dikategorikan berada dalam keadaan insolven, perusahaan yang hendak dipailitkan harus merugi secara terus menerus dan modalnya tergerus hingga melebihi 50% misalnya.

James menyebut, keadaan itu harus dibuktikan terlebih dahulu oleh pemohon pailit dari bukti laporan keuangan dari perusahaan yang hendak dipailitkan. Tentunya ini akan sulit dilakukan. “Kecuali perusahaan tersebut perusahaan publik yang tercatat di bursa sehingga bisa diakses laporan keuangannya,” ucap James.

Ia berpendapat, Indonesia sulit menerapkan insolvensi test dalam pengajuan kepailitan oleh kreditur sebab persyaratan untuk insolven suatu perusahaan harus dilihat dari laporan keuangannya. Sementara laporan keuangan debitur tidak dapat diakses atau dilihat oleh kreditur.

Debitur tentu tidak akan memberikan laporan keuangannya kepada para krediturnya walaupun diminta oleh kreditur.

“Oleh karenanya Indonesia tidak bisa menganut insolvency test dalam permohonan kepailitan. Dari UU Kepailitan yang berlaku di negara kita, Indonesia menganut asumsi tidak mampu membayar, Indonesia tidak menganut insolvency test,” kata James.

Selanjutnya: Ini kata pakar hukum kepailitan terkait wacana moratorium PKPU dan kepailitan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×