kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apeksi bakal gelar forum bahas UU Cipta Kerja


Kamis, 15 Oktober 2020 / 18:19 WIB
Apeksi bakal gelar forum bahas UU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Wali Kota Bogor yang juga Wakil Ketua Apeksi Bima Arya


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) akan menggelar pertemuan membahas Undang Undang (UU) Cipta Kerja. Dalam pertemuan tersebut, nantinya Apeksi akan menjaring masukan dari para walikota.

Sebab, dalam UU sapu jagat tersebut terdapat aturan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah. "Masing-masing pengurus Apeksi diminta berikan masukan. Saya kira akan terlihat di masukan itu besok," ujar Wakil Ketua Apeksi Bima Arya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (15/10).

Bima yang juga Walikota Bogor itu menjelaskan catatan terhadap UU Cipta Kerja berkaitan dengan kesan pengembalian kewenangan kepada pemerintah pusat.

Hal itu ditunjukkan dalam berbagai contoh seperti dalam perizinan bagi usaha tinggi. Termasuk juga Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang wajib dibuat dalam waktu 6 bulan setelah UU diundangkan.

Baca Juga: Perumusan aturan turunan UU Cipta Kerja perlu melibatkan publik

Pada UU tersebut juga menyebut perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum dimuat dalam RDTR dan rencana zonasi pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan. Bima mempertanyakan UU memberikan perlindungan terhadap rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang di daerah.

Oleh karena itu terdapat dua langkah yang diusulkan Bima secara pribadi. Pertama, melakukan uji konsistensi melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, membuka partisipasi pada pembuatan aturan turunan.

"Opsi kedua membuka partisipasi publik secara maksimal untuk memastikan bahwa aturan turunan dari UU ini memberikan kepastian terkait kewenangan daerah dan pembangunan berkelanjutan," terang Bima.

Sebagai informasi, berdasarkan aturan tersebut, terdapat ketentuan bahwa peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dilarang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi. Terdapat sanksi administratif apabila penyelenggara pemerintah daerah tak memenuhi pasal tersebut.

Sanksi tersebut berupa tak diberikannya hak keuangan selama 3 bulan bagi kepala daerah dan anggota DPRD. Selain itu untuk penerapan perda yang berkaitan dengan pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang tidak mendapatkan nomor register akan sanksi penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umun (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah yang bersangkutan.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik belum menjelaskan berapa lama peralihan daerah menerapkan aturan tersebut. Hal itu menunggu UU diundangkan.

Selanjutnya: UU Cipta Kerja disahkan, Kadin optimistis investasi meningkat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×