Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 menghadapi tantangan berat.
Pemerintah tetap menekankan belanja pada program-program prioritas, sementara beban utang jatuh tempo yang cukup besar berpotensi mengancam stabilitas fiskal.
Dalam kondisi ini, evaluasi terhadap arah belanja pemerintah menjadi penting, terutama bagaimana belanja negara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi ketergantungan pada utang.
Baca Juga: APBN 2026 Terjebak Siklus Utang, Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Berisiko Sulit Tercapai
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menilai APBN saat ini masih terlalu berfokus pada program prioritas sehingga mengabaikan aspek lain, seperti transfer ke daerah.
Padahal, transfer ke daerah berperan penting dalam pembangunan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
“Utang jatuh tempo di tahun depan sangat besar. Sampai kapan-nya kita nggak tahu,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Selasa (26/8).
Menurut Riefky, beban utang yang menumpuk menjadi tantangan signifikan bagi kebijakan fiskal. Akumulasi utang yang terjadi selama ini tidak dibarengi dengan peningkatan penerimaan negara.
“Akumulasi pembangunan yang sebelum-sebelumnya terjadi itu tidak mengenerate penerimaan,” tegasnya.
Baca Juga: Bahlil Ungkap Program Listrik Desa Sudah Masuk APBN 2025-2026
Ia menekankan perlunya perubahan arah belanja negara agar lebih produktif.
“Artinya adalah ke depannya harusnya belanja APBN itu adalah belanja-belanja yang didorong di masa mendatang bisa mengenerate revenue,” pungkas Riefky.
Dengan demikian, strategi belanja pemerintah perlu dirancang tidak hanya berorientasi pada pengeluaran, tetapi juga mampu membuka potensi pendapatan di masa depan.
Selanjutnya: Satgas Pangan Akui Stok Beras Menurun di Ritel, Ini Akar Masalahnya
Menarik Dibaca: Penting Diketahui! Inilah Gejala Gagal Ginjal dan Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News