Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai kebijakan dan insentif dikucurkan pemerintah dalam rangka mengundang investasi masuk ke dalam negeri. Pasalnya, Indonesia mesti memanfaatkan momentum ketegangan dagang dengan bersipa menjadi tempat relokasi investasi negara-negara lain.
"Dampak second-round (tidak langsung) dari perang dagang sudah mulai kita rasakan, misalnya ekspor CPO ke China turun padahal sebelumnya tidak pernah. Ke India pun turun," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat menyampaikan pidato kunci dalam seminar nasional proyeksi ekonomi Indonesia 2019 Indef, Rabu (28/11).
Namun, di sisi lain, Darmin melihat peluang dari gejolak perang dagang yakni potensi berpindahnya investasi negara-negara terdampak ke negara lain di luar Amerika Serikat (AS) dan China. Adapun, Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang belum lama diluncurkan merupakan salah satu upaya pemerintah menangkap peluang positif dari perang dagang tersebut.
"Kami sudah susun kebijakan insentif fiskal seperti tax holiday, pajak final UMKM, dan super deduction tax yang masih dalam proses pembuatan PP-nya (Peraturan Pemerintah)," ujar Darmin.
Darmin mengatakan, pemerintah fokus memberi insentif pajak bagi tiga blok industri yang dianggap sebagai penyumbang terbesar impor selama ini. Di antaranya, industri besi dan baja, industri petrokimia, dan industri kimia dasar dan farmasi. Menurutnya, gabungan dari ketiga industri tersebut berkontribusi sekitar 50% dari total impor Indonesia selama ini.
"Pertaruhannya, bisa tidak kita mengundang investasi di situ sebesar-besarnya," kata dia.
Pemerintah, lanjut Darmin, berupaya memanfaatkan momentum dan peluang dengan merancang kebijakan yang membangun kepercayaan investor. Apalagi, Indonesia mesti bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, India, dan Malaysia untuk menjadi negara tujuan relokasi investasi.
Di sisi lain, Darmin pun senada dengan Indef bahwa diperlukan upaya perluasan pasar ekspor yang lebih gencar. Persoalan penurunan ekspor CPO, misalnya, bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan lantaran komoditas tersebut merupakan andalan dan selama ini diserap paling banyak oleh China.
"Apakah itu hasil tambang, SDA lain seperti hasil perikanan, perkebunan, holtikultura, macam-macam. Strategi untuk itu tidak banyak pilihannya, paling-paling cari pasar lain," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News