Reporter: Epung Saepudin | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Antasari Azhar rupanya geram betul dengan tuntutan mati. Ia menilai tuntutan tersebut sangat bombastis, cenderung provokatif, dan memaksakan karena menyampingkan fakta di persidangan. Mantan Ketua KPK itu juga menilai dalam perkara yang menimpa dirinya ada persoalan yang janggal hingga berujung pada penegakan keadilan (miscarriage of justice). Alhasil, menurut Antasari, harusnya dirinya dibebaskan dari segala tuntutan.
Ia menuturkan ada beberapa tanda kegagalan penegakan keadilan itu. Pertama, pada 1 Mei 2009, Kejaksaan Agung diminta telah mengumumkan kepada publik bahwa dirinya adalah tersangka dan aktor intelektual, padahal baru pada 4 Mei 2009 kepolisian memeriksa dan menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Antasari juga mempersoalkan pernyataan Jaksa Agung di harian Media Indonesia tanggal 10 September 2009 yang pada pokoknya berisi mencari peluang agar menuntut hukuman terhadap dirinya, padahal saat itu perkara belum dilimpahkan apalagi diproses dalam persidangan. "Mengapa ungkapan demikian datang dari pimpinan kejaksaan yang merupakan korps yang saya cintai, yang mana saya sebagai Ketua KPK juga berasal dari perintah Jaksa Agung," tegas Antasari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/1).
Meski begitu, Antasari mengaku bahwa dirinya tidak ada masalah dengan Jaksa Agung. Ia menilai pernyataan itu semata Jaksa Agung ingin menunjukkan ketegasannya dalam penegakan upaya hukum tanpa pandang bulu. "Saya gambarkan hanya ingin mengungkapkan dari lubuk hari paling dalam," imbuhnya.
Menurut Antasari, semua proses yang dilaluinya hingga hari ini mengandung cacat yuridis dan penuh kejanggalan sejak mulai penyidikan, membuat dakwaan, hingga pemeriksaan di pengadilan. "Misalnnya, mengapa seorang Rani diperiksa atau diminta keterangan di salah satu tempat di Ancol, di apartemen dan salah satu restoran di SCBD, hingga rekonstruksi yang dimanipulasi serta keterangan saksi yang diarahkan," tandas Antasari,
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News