Reporter: Adinda Ade Mustami, Herlina KD | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ibarat tenaga pemasaran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) gencar menawarkan peluang investasi di Indonesia ke Jepang dan China. Sejak awal pekan ini, Presiden Jokowi merayu pemodal besar di dua negara tersebut agar menyisihkan sebagian isi dompetnya dan menanamkannya di Tanah Air.
Sejauh ini, Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengklaim, kunjungan Presiden Jokowi ke Negeri Sakura berbuah manis. Dua perusahaan otomotif dunia yang berbasis di Jepang, Toyota Motor Corp dan Suzuki Motor Corp, berjanji menambah investasinya di Indonesia.
Toyota akan menggelontorkan investasi US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 20,8 triliun (kurs US$ 1=Rp 13.000). Sementara Suzuki berkomitmen US$ 1 miliar. "Komitmen investasi ini untuk perluasan pabrik yang sudah ada," ujarnya dalam keterangan resmi Kamis (26/3). Tambahan investasi ini akan menaikkan kapasitas produksi mobil Toyota, dari 200.000 unit menjadi 600.000 unit per tahun.
Selain dua perusahaan itu, Franky mengungkapkan, sejumlah pabrikan tekstil, baja, pengolahan ikan galangan kapal, hingga kelistrikan, berjanji masuk ke Indonesia. Total janji investasi mereka sekitar US$ 1,45 miliar.
Selepas Jepang, Presiden Jokowi terbang ke Tiongkok. Franky menambahkan, seirama lawatan presiden Jokowi ke China, BKPM membentuk tim khusus pendamping investor China.
Tim ini bertugas memandu para investor tersebut dan membantu mencarikan mitra bisnis lokal. Tugas lainnya adalah mendata para investor China yang sudah mendapatkan izin investasi tapi belum merealisasikannya. Maklum, saat ini rasio realisasi investasi dari investor China di Indonesia masih sangat minim.
Niat pemerintah menarik investasi Jepang dan China memang upaya bagus. Hanya saja, pemerintah juga harus memastikan bahwa komitmen para pemodal raksasa tersebut bukan sekadar angin surga, melainkan harus benar-benar terealisasi.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati menyatakan, Indonesia membutuhkan penanaman modal besar. Sebab saat ini porsi investasi sebagai komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia, masih jauh di bawah porsi konsumsi masyarakat.
Nah, Enny berharap, pemerintah lebih selektif saat memastikan penanaman modal asing. Idealnya, para investor tersebut masuk dan membangun industri dasar. "Ekonomi kita tetap rapuh bila investasi hanya masuk ke industri tersier sebab bahan bakunya tetap impor yang membebani neraca perdagangan," katanya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus berbenah berbagai persoalan di dalam negeri. Mulai dari masalah perizinan, ketersediaan energi, serta membabat segala macam hambatan investasi. Tanpa dukungan tersebut, para investor dunia hanya sebatas berdecak kagum pada presentasi Jokowi, tapi tetap berat mengeluarkan isi dompetnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News