kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anggota Komisi VIII DPR usul revisi UU Jaminan Produk Halal, agar BPJPH tak mandul


Selasa, 14 Juli 2020 / 17:43 WIB
Anggota Komisi VIII DPR usul revisi UU Jaminan Produk Halal, agar BPJPH tak mandul
ILUSTRASI. Ilustrasi Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriani Gantina mengusulkan revisi Undang Undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

UU yang dibuat tahun 2014 tersebut dinilai sulit dijalankan saat ini. Hal itu lantaran kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam pengurusan sertifikasi halal belum terlihat.

"UU nomor 33 tahun 2014 yang membuat mandul BPJPH, harus ada revisi," ujar Selly saat rapat dengan BPJPH, Selasa (14/7).

Baca Juga: Sertifikasi halal, Komisi VIII DPR soroti rebutan kewenangan antara BPJPH dan MUI

Selly menjelaskan terdapat hambatan dalam kerja BPJPH. Terutama yang berkaitan dengan pembagian kewenangan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebelumnya menangani sertifikasi halal.

Salah satu pasal dalam UU 33/2014 mengatur kerjasama BPJPH dengan MUI. Salah satunya adalah sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan uji kompetensi auditor halal.

Hal itu diakui BPJPH sebagai kendala saat ini. Pasalnya dari 266 calon auditor halal yang disiapkan BPJPH belum sama sekali dilakukan uji kompetensi oleh MUI.

"Revisi kerja sama dengan MUI, MUI kita batasi sebagai membuat fatwa saja," terang Selly anggota Fraksi Partai PDI Perjuangan.

Usulan revisi juga disampaikan oleh Bukhori Yusuf dari fraksi PKS. Bukhori bilang BPJPH tak berdaya karena Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang harusnya dibuat tidak beroperasi lantaran auditor halal belum ada.

Selain itu, Bukhori yang juga anggota Badan Legislasi DPR itu juga menyoroti masalah pengakuan sepihak atau self declare sertifikat halal bagi Usaha Mikro Kecil (UMK). Hal itu akan membantu sertifikasi halal bagi UMK yang juga diwajibkan oleh UU 33/2014.

"Kalau lewat LPH panjang dan mahal," jelas Bukhori.

Baca Juga: BPJPH siapkan dana Rp 16,07 miliar untuk sertifikasi halal UMK di tengah Covid-19

Meski begitu ketentuan self declare mendapat catatan dalam hal verifikasi. UMK yang melakukan self declare harus berada di bawah koordinasi Ormas Islam berbadan hukum.

Asal tahu saja, revisi UU JPH saat ini menjadi bagian dalam Rancangan UU Cipta Kerja. Revisi UU JPH masuk dalam BAB III tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×