Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VIII DPR menyoroti perebutan kewenangan dalam sertifikasi halal.
Sebelumnya sertifikasi halal dilakukan secara suka rela melalui Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (Lppom MUI). Setelah ada Undang Undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), sertifikasi halal menjadi wajib dan dilakukan oleh Badan Penyelenggara JPH (BPJPH).
"Kendala yang saya lihat bahwa kesan saya, MUI belum ikhlas," ujar Anggota Komisi VIII DPR Nanang Samodra saat rapat dengan BPJPH, Selasa (14/7).
Baca Juga: BPJPH berharap RUU Cipta Kerja bisa pangkas prosedur sertifikasi produk halal
Menurut Nanang, hal ini terlihat dari gugatan yang dilakukan MUI terhadap UU tersebut. Meskipun pada akhirnya BPJPH tetap mendapat legitimasi sebagai lembaga pemberi sertifikasi halal.
Menurutnya, kondisi tersebut dinilai mengganggu kerja BPJPH. Pasalnya dalam proses sertifikasi halal dibutuhkan auditor halal yang mengoperasikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Saat ini terdapat 266 calon auditor yang sudah diberi pendidikan oleh BPJPH untuk menempati 77 LPH. Namun, hak itu terbentur belum dilakukannya uji kompetensi yang hanya bisa dilakukan oleh MUI sesuai UU 33/2014.
"Pendekatan persuasif sebaiknya dilakukan dengan MUI, sharing MUI melakukan apa," terang Nanang.
Menanggapi hal tersebut Kepala BPJPH Sukoso memastikan telah melakukan pendekatan dengan MUI. Bahkan telah mengirim surat resmi untuk segera dilakukan uji kompetensi auditor halal.
"Kamu sudah melakukan pendekatan dan sudah mengirim surat tiga kali tapi tidak ada jawaban," ungkap Sukoso.
Baca Juga: BPJPH siapkan dana Rp 16,07 miliar untuk sertifikasi halal UMK di tengah Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News