Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganalisa adanya potensi kenaikan harga minyak mentah dunia pasca keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang memangkas produksi minyak mentah tahun depan. Namun demikian, ia memperkirakan potensi kenaikan minyak tidak akan terlalu tinggi.
Dalam Sidang ke-171 di Wina, Austria, Rabu (30/11) lalu, OPEC memutuskan untuk memangkas produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari (di luar kondensat). Menurut Sri Mulyani, keputusan tersebut memunculkan pertanyaan mengenai kecukupan total produksi minyak OPEC untuk memenuhi kebutuhan.
Namun demikian menurutnya, permintaan minyak mentah akan tergantung pada pemulihan ekonomi dunia, yang dipengaruhi Eropa dan Amerika Serikat (AS). Sementara ekonomi Eropa tahun depan dipengaruhi proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan pemilihan Presiden di Prancis dan Jerman.
Sedangkan ekonomi AS tahun depan juga tergantung oleh kebijakan Presiden Donald Trump. Di sisi lain, produksi shale gas oleh AS yang dapat mensubtitusi minyak mentah yang juga akan mempengaruhi permintaan.
"Secara total di 2017 saya rasa masih dianggap imbang dari sisi harga minyak sesuai asumsi kita di US$ 45 per barel (dalam APBN 2017)," kata Sri Mulyani usai acara Sarasehan 100 Ekonom di Fairmont Hotel, Selasa (6/12).
Lebih lanjut menurutnya, melihat perkembangan hingga saat ini, prospek permintaan terhadap minyak mentah tidak mengalami kenaikan. Dengan demikian, potensi kenaikan harga minyak mentah di tahun depan akan dilemahkan oleh permintaan yang juga masih melemah.
"Dengan demikian juga dia (harga minyak mentah) tidak bisa bertahan lama dalam posisi yang terlalu tinggi. Saya melihat bahwa itu kans-nya masih 50:50 dari sisi kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News