kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AMSI dorong pemerintah terapkan social media law dalam revisi UU ITE


Selasa, 23 Februari 2021 / 12:32 WIB
AMSI dorong pemerintah terapkan social media law dalam revisi UU ITE
ILUSTRASI. Ilustrasi media sosial. REUTERS/Dado Ruvic/Illutration/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD SEARCH GLOBAL BUSINESS 30 OCT FOR ALL IMAGES


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mendorong pemerintah untuk membuat regulasi media sosial. Terlebih saat ini pemerintah tengah mewacanakan revisi UU informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).

Wenseslaus Manggut, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mendorong, pemerintah Indonesia dapat meniru apa yang telah dilakukan pemerintah Jerman melalui Undang-Undang NetzGD yang mengatur platform media sosial. UU tersebut tegas mengatur konten negatif yang ada dalam platform media sosial. Jika platform media sosial tidak menghapus konten negatif dalam kurun waktu tertentu setelah adanya laporan, maka platform media sosial bersangkutan akan dikenakan denda.

Wens menilai, UU ITE lebih mengatur pada user (pengguna) media sosial, bukan mengatur platform media sosial. Padahal, platform media sosial juga mesti bertanggungjawab atas adanya konten negatif yang ada di platformnya.

Baca Juga: Indeks demokrasi melemah, pengamat harap revisi UU ITE bukan basa-basi

Social media law perlu didorong. Saya kira perlu untuk menyehatkan ekosistem ini dengan model seperti Undang-Undang NetzGD nya Jerman. Yang diatur platform nya, yang banyak diregulasi platformnya,” kata Wens saat dihubungi, Senin (22/2).

Selain itu, AMSI mendorong pemerintah membuat regulasi tentang hak atas konten media yang digunakan oleh raksasa teknologi seperti Google, Twitter dan Facebook.

Wens mengatakan, relasi perusahaan media sebagai produsen berita dengan raksasa teknologi (selaku distributor berita) tidak adil. Selama ini relasi tersebut merugikan perusahaan media.

“Terkait rights atas konten. Konten – konten kita diproduksi dengan proses yang sebetulnya melewati sekian tahap, ada proses jurnalistik di belakangnya, kita menggaji orang, tiba–tiba di teman distribusi menjadikannya produk komoditi bisnis tanpa media nya dapat apa–apa,” kata Wens.

Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit terbitkan SE soal UU ITE, ini isinya

Wens menyebut, di sejumlah negara regulasi yang mengatur antara perusahaan media dengan raksasa teknologi tersebut telah diatur. Misalnya di Negara Australia. Bahkan, Australia telah membuat regulasi yang menyatakan kewajiban raksasa teknologi seperti Google, Facebook, dan Twitter untuk membayar konten media setempat yang disebarkan di platformnya masing – masing.

“Membicarakan hubungan antara tech company dan media company. Di beberapa negara formulasi hubungan itulah yang diatur dalam publisher rights, hak atas konten yang dimiliki oleh publisher. Kalau melihat Australia mengarahnya ke publisher rights, ini dimulai dari adanya regulasi,” tutur Wens.

Selanjutnya: KPI tidak bisa menindak konten negatif di platform digital, ternyata ini sebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×