kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Ambisi 3 Juta Rumah: Tantangan & Risiko Utang yang Mengancam Kesehatan Fiskal Negara


Minggu, 23 Februari 2025 / 14:14 WIB
Ambisi 3 Juta Rumah: Tantangan & Risiko Utang yang Mengancam Kesehatan Fiskal Negara
ILUSTRASI. Perumahan baru di Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (6/1/2024). Industri properti pada 2025 berpeluang tumbuh di atas 2%, setelah pada beberapa tahun ke belakang hanya bertahan di kisaran 1,5% sampai 2%. Kehadiran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan adanya Program 3 Juta Rumah akan memicu bisnis properti tahun ini. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah berencana untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai langkah pendanaan bagi program ambisius pembangunan 3 juta rumah per tahun.

Namun, langkah ini dihadapkan pada tantangan besar terkait dengan realisme target serta potensi dampak negatifnya terhadap kesehatan fiskal negara.

Wijayanto Samirin, Ekonom dari Universitas Paramadina, menegaskan bahwa “Program 3 juta rumah per tahun sangat tidak realistis,” tegas Wijayanto kepada Kontan.co.id, Minggu (23/02). Ia mengingatkan bahwa pada pemerintahan sebelumnya, program sejuta rumah hanya mampu mencapai maksimal 600.000 hingga 700.000 unit per tahun, bahkan dengan kontribusi dari sektor swasta.

Hal ini menunjukkan bahwa ambisi pemerintah saat ini perlu dianalisis dengan lebih matang, terutama dalam mempertimbangkan kebutuhan dan daya beli masyarakat.

Baca Juga: BI Bakal Borong SBN Perumahan untuk Dukung Program 3 Juta Rumah

Selain tantangan dalam mencapai target, penerbitan SBN untuk mendanai program ini juga berisiko memperburuk kondisi keuangan negara. “Ide SBN perumahan akan meningkatkan rasio utang pemerintah, di saat ruang berutang sudah sangat sempit,” ujarnya.

Dengan Debt Service Ratio (DSR) yang diperkirakan mencapai hampir 50% pada tahun 2025 dan 2026, langkah ini dapat menjadi bahaya bagi kesehatan fiskal negara. Penerbitan utang perli dilakukan dengan hati-hati dan hanya untuk kebutuhan yang sangat mendesak, sementara program pembangunan rumah ini dianggap penting, namun tidak mendesak.

Baca Juga: Sri Mulyani Bakal Terbitkan SBN untuk Dukung Target 3 Juta Rumah

Sebagai alternatif, Wijauanto menyarankan agar pemerintah mengalokasikan dana melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), yang kemudian dapat dipinjamkan kepada bank melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Jika dana dialokasikan dengan car aini, tidak akan memengaruhi postur dan defisit APBN,” katanya.

Namun, langkah ini tetap akan meningkatkan utang pemerintah, yang dapat dimanfaatkan untuk untuk mengakali regulasi terkait batasan rasio defisit APBN sebesar 3% Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, tantangan dan risiko yang dihadapi dalam program 3 juta rumah ini perlu dikelola dengan cermat agar tidak mengorbankan kesehatan fiskal negara.

Baca Juga: Dukung Program 3 Juta Rumah, BI Tambah Insentif Likuiditas Makroprudensial Rp 80 T

Selanjutnya: Nasib Pembudidaya eFishery di Ujung Tanduk, Gibran: Saya Tidak Menggelapkan Dana

Menarik Dibaca: Kuning Telur Mengandung Kolesterol atau Tidak? Ini Faktanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×