kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) Ajak Seluruh Elemen Tolak Tapera


Selasa, 04 Juni 2024 / 19:08 WIB
Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) Ajak Seluruh Elemen Tolak Tapera
ILUSTRASI. JAKARTA,15/09-UPAH LAYAK NASIONAL. Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) berunjuk rasa di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (15/9). Mereka menuntut Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura) diantaranya menghapus sistem kerja kontrak dan outsourcing serta memberlakukan upah layak nasional.KONTAN/Fransiskus Simbolon/15/09/2014


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mengajak seluruh elemen menolak adanya program Tapera. Agenda Tapera yang ada dalam Undang-undang No.4 Tahun 2016 itu dinilai tidak demokratis, partisipatif, inklusif dan transparan.

“Dalam proses rancangan Peraturan Pemerintahnya (RPP), tidak melibatkan masyarakat dan  organisasi masyarakat sipil seperti Serikat Buruh/Pekerja, Petani, Nelayan, Perempuan, Mahasiswa, Miskin kota, dan elemen rakyat lainnya,” jelas pernyataan  tertulis GEBRAK yang disampaikan oleh Sunarno, Ketua Umum KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia) kepada KONTAN, Selasa (4/6).

Menurut Sunarno, Jokowi tak henti-hentinya memberikan kebijakan yang bertolak belakang dengan kesejahteraan rakyat Indonesia. Memang, kebutuhan mendasar atas perumahan memang menjadi agenda penting kaum buruh dan rakyat, namun konsepsi yang dibangun dan ditetapkan oleh negara dan rezim Jokowi melalui program yang Tapera memiliki haluan yang berbeda dengan yang diharapkan kaum buruh dan rakyat Indonesia.

Baca Juga: Schneider Electric Donasikan Panel Listrik dan Alat Uji Elektrikal untuk UNS

“Sebagai pengingat beberapa peristiwa agenda penghimpunan dan pengelolaan uang rakyat melalui badan-badan seperti Taspen, Asabri, Jiwasraya dan Dapen BUMN serta BPJS Ketenagakerjaan yang diduga terjadi praktik-praktik korupsi di dalamnya,” kata Sunarno.

Selain soal ketentuan mengenai jenis kepesertaan dan besaran iuran yang wajib dibayarkan, beleid soal Tapera juga mengatur tentang sanksi. Adanya sanksi ini, menurut Sunarno sudah bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 h ayat 1 yang berbunyi: setiap warga negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.

Dengan adanya beban batu dalam Tapera, maka kewajiban itu akan menjadi beban tambahan bagi kaum buruh dan rakyat. Kondisi ini akan kontradiksi dengan realitas yang terjadi hari ini yang dialami oleh kaum buruh dan rakyat seperti; lapangan pekerjaan yang sulit, hubungan kerja fleksibel yang mengakibatkan bekerja menjadi tidak pasti, upah yang murah dan kenaikan gaji yang mini.

Baca Juga: Indonesia Dorong Kesetaraan Akses lewat Pandemic Treaty

Di sisi lain, kebutuhan buruh naik karena sembako dan energi yang semakin mahal. Selain itu kaum buruh dan rakyat setiap hari dan setiap bulannya pun sudah memikul beban-beban yang begitu berat seperti ; membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan (2%) dan kesehatan (1%), pajak penghasilan PPH 21 sebesar 5-10 % dari PTKP, dan pajak-pajak lainnya dari  barang atau jasa yang wajib ditanggung kaum buruh dan rakyat.

“Penambahan agenda Tapera justru semakin memperdalam penderitaan yang dirasakan karena pemaksaan yang dilakukan dan besaran iuran yang wajib dibayarkan,” tambahnya. Selain hal tersebut, agenda TAPERA sendiri justru menimbulkan tumpang tindih kebijakan dan program-program yang telah tersedia misalnya saja pada program BPJS Ketenagakerjaan tentang  Perumahan Pekerja/Buruh serta program-program lainnya yang ada di setiap Pemerintah Provinsi, Kota dan Daerah tentang perumahan rakyat.

Selain itu, proses pengadaan tanah atau pembukaan lahan yang menggusur dan merampas hak-hak masyarakat kecil, akan berpotensi menimbulkan konflik baru di sektor Agraria serta berdampak luas pada lingkungan hidup dan kerusakan ekologis.

Baca Juga: Indomobil Sukses Internasional (IMAS) Terus Menambah Merek Mobil Baru

Berdasarkan dengan apa yang telah kami jelaskan di atas, aliansi Gebrak menuntut kepada Presiden Joko Widodo dan semua pihak menolak Tapera. Selain itu, menuntut kepada Presiden Jokowi segera mencabut PP 21 Tahun 2024, serta PP 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat.

Aliansi Gebrak juga meminta ruang dialog seluas-luasnya dalam agenda penyelenggaraan perumahan untuk rakyat, dengan metode dialog secara demokratis, partisipatif, transparan dan inklusif. Selanjutnya pemerintah membangun perumahan rakyat yang murah, layak, modern, terintegrasi dengan moda transportasi yang layak juga modern, dan bukan melakukan penghimpunan serta pengelolaan uang rakyat untuk kepentingan para oligarki dan investasi bodong;

Aliansi Gebrak terdiri dari gabungan puluhan lembaga yang terdiri dari konfederasi serikat buruh, mahasiswa, masyarakat sipil dan juga pelajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×