Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) mengeluarkan tujuh desakan darurat kepada pemerintah terkait kebijakan ekonomi.
Para ekonom menyoroti pentingnya pemerintah melakukan deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, serta penyederhanaan birokrasi yang dinilai masih menjadi hambatan dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif.
“Kami berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan pandangan kami secara langsung. Ini adalah diskusi yang produktif dan kami berharap agar desakan yang disusun perlu dijadikan pertimbangan pemerintah untuk pembuatan kebijakan kedepannya dan diskusi seperti ini dapat dilakukan secara berkala” ujar perwakilan AEI, Jahen F. Rezki, Jumat (12/9).
Mewakili pemerintah, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menerima desakan para ekonom tersebut. Luhut mengundang anggota AEI secara langsung ke kantornya.
Baca Juga: Tantangan Masih Berat, Semen Indonesia (SMGR) Dorong Penjualan Tetap Kuat
Pertemuan itu menjadi wadah dialog terbuka untuk mendengarkan langsung paparan para ekonom mengenai tantangan dan arah kebijakan ekonomi nasional.
Dalam sambutannya, Luhut menegaskan bahwa pemerintah memandang para ekonom sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kebijakan.
“Kami ingin mendengar langsung, menyampaikan apa yang telah pemerintah lakukan, dan memastikan bahwa pemerintah aware terhadap berbagai persoalan yang dihadapi. Yang terpenting, basisnya adalah data. Kita mengundang rekan-rekan AEI untuk mencari solusi bersama,” tutur Luhut dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Dialog ini membahas sejumlah isu strategis. DEN memaparkan langkah pemerintah dalam mendorong deregulasi sebagai kunci penciptaan lapangan kerja dan penguatan pertumbuhan ekonomi, termasuk percepatan digitalisasi melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Luhut juga menyorotiupaya relokasi beberapa perusahaan garment dan alas kaki di tengah proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat yang berpotensi menciptakan lebih dari 100 ribu lapangan kerja baru.
Selain itu, DEN menekankan pentingnya penguatan kualitas belanja dan peningkatan penerimaan negara melalui digitalisasi. Salah satu pilot project yang segera dijalankan adalah digitalisasi penyaluran bantuan sosial.
Menurut Luhut, langkah ini tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga memungkinkan efisiensi anggaran karena bantuan akan lebih tepat sasaran dan langsung dirasakan masyarakat.
Luhut juga mengajak kalangan akademisi dan ekonom untuk terlibat lebih jauh dalam riset dan pendalaman isu-isu strategis, sehingga setiap rekomendasi yang disampaikan kepada Presiden benar-benar berbasis data dan kajian mendalam.
Ia menegaskan, kolaborasi erat antara pemerintah, para ekonom, dan dunia akademik merupakan kunci membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh dan berkeadilan.
“Kami percaya bahwa kolaborasi antara pemerintah, para ekonom, dan dunia akademik akan memperkuat fondasi pembangunan ekonomi nasional agar lebih siap menghadapi dinamika global,” pungkas Luhut.
Untuk diketahui, AEI mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi. pada Selasa (9/9/2025), mereka mempublikasikan tujuh desakan darurat ekonomi, diantaranya:
1. Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional. Desakan ini mencakup pengurangan porsi belanja program populis Rp 1.414 triliun (37,4% APBN 2026) seperti MBG, hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, karena dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.
2. Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, seperti BI, BPS, BPK, DPR, KPK, agar terbebas dari intervensi politik.
3. Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan dan dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta.
4. Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif. Desakan ini mencakup tuntutan mencabut kebijakan perdagangan diskriminatif dan distortif seperti TKDN dan kuota impor, sederhanakan perizinan, serta berantas usaha ilegal di sektor ekstraktif.
5. Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi. Hal ini mencakup integrasikan bansos agar tepat sasaran, perkuat perlindungan sosial adaptif, berdayakan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta berantas judi online lintas negara.
6. Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal, seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara.
7. Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.
Baca Juga: Incar Pertumbuhan Laba, Kalbe Farma (KLBF) Geber Ekspansi Bisnis
Selanjutnya: Genjot Kinerja 2025, TBS Energi (TOBA) Transisi Bisnis Melalui Tiga Pilar Usaha
Menarik Dibaca: Ini 10 Provinsi dengan UMR Terendah di Indonesia & Strategi Pintar Mengatur Gaji
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News