Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengusulkan agar pemerintah bisa menargetkan rasio perpajakan Indonesia tumbuh dua digit pada 2024 .
Untuk diketahui, sebelumnya Komisi XI DPR RI bersama pemerintah telah menyepakati kisaran rasio pajak (tax ratio) penerimaan perpajakan berada pada angka 9,92% hingga 10,2% pada 2024. Angka tersebut sedikit naik dari pengajuan pemerintah yang berada pada rentang 9,91% hingga 10,18%.
Ketua Banggar Said Abdullah berharap rasio perpajakan ke depan bisa semamkn progresif lagi. Setidaknya ditargetkan pada kisaran 10% hingga 15%. Menurutnya, pemerintah seharusnya optimistis dengan penerimaan perpajakan tahun ini. Sebab telah ditunjang oleh berbagai hal.
Di antaranya, penerapan program tax amnesty atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebanyak dua kali. Selain itu, penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sudah berjalan satu tahun lebih, yang bisa mendongkrak penerimaan pajak ke depannya.
Baca Juga: Banggar Minta Pemerintah Lebih Berani Targetkan Rasio Perpajakan di 2024
“Tax Amnesty sudah dua kali kita lakukan. UU HPP sudah berumur katakanlah 1,5 tahun. Tapi tax ratio kita memang seakan-akan tetap saja. Kalau toh naik seakan-akan berat sekali. Cobalah kita lebih berani progresif lagi. Kalau yang pak Marwan (Marwan Cik Asan anggota Banggar) sampaikan 10% sampai 15%, pemerintah berani nggak pak Febrio?,” tutur Said kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemnekeu Febrio Nathan Kacaribu saat melakukan rapat kerja, Senin (12/6).
Menurut Said, pemerintah bisa mengandalkan untuk mendongkrak penerimaan dari sektor lain, dan tidak hanya mengandalkan komoditas saja. Sehingga pihaknya ingin pemerintah berupaya untuk mendorong kinerja penerimaan dari sektor non komoditas. Sehingga setidaknya batas bawah rasio perpajakan tahun depan bisa ditetapkan sebesar 9,95%.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, alasan pemerintah belum berani menargetkan rasio perpajakan untuk tumbuh dua digit, karena harga komoditas sudah mengalami penurunan sehingga berpengaruh pada penerimaan perpajakan.
“Masuk 2023, harga sudah sangat turun dan sudah terlihat dirisiko yang kami sampaikan. beberapa ekspor kita sudah negatif sehingga untuk PPh kita sudah mulai tunjukkan normalisasi. PPN juga mulai tunjukan nromalisasi sehingga memang kewaspadaan menjadi poin,” jelasnya.
Baca Juga: Target Tax Ratio 2024 Naik hingga 10,18%, Masih Realistis?