Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Penolakan segelintir pengusaha properti terhadap rencana kementerian BUMN untuk memperkuat Bank Tabungan Negara (BTN) melalui akuisisi oleh Bank Mandiri menimbulkan kecurigaan sejumlah pihak.
Pasalnya, alasan bahwa akuisisi itu akan menghilangkan identitas dan peran BTN di sektor perumahan terlalu mengada-ada.
Justru penolakan tersebut dinilai memiliki muatan kepentingan bisnis segelintir pengusaha properti yang memiliki rekam jejak buruk di BTN.
Apalagi, nilai kredit macet di Bank BUMN paling bontot ini terus membesar setiap tahun. Sejak tahun 2009-2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp 1,06 triliun (2009) menjadi Rp 3,15 triliun.
Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi. NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75% naik menjadi 3,15% tahun lalu.
NPL BTN ini jauh diatas rata-rata bank BUMN yang berada di bawah 1%. Seperti Bank Mandiri NPL net hanya 0,37%.
Meningkatnya kredit macet di BTN tersebut membuat beban bank semakin menumpuk. Pasalnya untuk kredit macet yang masuk kolektibilitas 5, BTN harus menyiapkan pencadangan hingga 100% atau senilai kredit macet tersebut.
Menurut Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, kecurigaan itu beralasan karena hampir dalam satu dekade rencana akusisi BTN isu penolakannya selalu sama.
“Para pengembang itu jika proyeknya punya margin besar dan risiko yang tinggi menggunakan bank lain. Sedangkan jika dengan margin kecil dengan risiko yang tinggi menggunakan BTN. Jadi yang saya tangkap BTN ini hanya menjadi tempat pembuangan untuk kredit real estate yang berisiko tinggi,” imbuhnya lagi.
Said menegaskan, resistensi pihak-pihak tertentu terhadap rencana akuisisi BTN oleh Mandiri juga dianggap tidak masuk akal.
Sebab, seperti yang telah ditegaskan oleh menteri BUMN Dahlan Iskan, akuisisi BTN oleh Bank Mandiri tidak akan merubah struktur serta fungsi dan peran strategis BTN sebagai bank yang fokus di perumahan.
Melalui akuisisi ini, diharapkan BTN akan memiliki kapasitas modal dan pendanaan yang semakin besar untuk mengatasi backlog perumahan yang terus meningkat setiap tahun.
Saat ini backlog perumahan sudah mencapai sekitar 15 juta rumah dan akan terus membengkak hingga diperkirakan mencapai 21,9 juta unit pada 20 tahun ke depan.
Untuk mengatasi problem perumahan itulah BTN perlu diperkuat dan dibesarkan. Selain itu melalui akuisisi oleh Bank Mandiri, sistem dan kinerja BTN akan semakin baik.
Terutama berkaitan dengan aspek penguatan sumber daya manusia (SDM) dan transparansi atau good corporate governance (GCG).
Selama ini, dua hal tersebut telah menjadikan Bank Mandiri berhasil melakukan transformasi bisnis dan menjadi bank terbesar di Indonesia.
"Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri akan membuat bank ini makin sehat. Dan yang lebih penting, BTN dapat melepaskan diri dari debitur-debitur nakal yang selama ini menjadi beban dan menggerogoti bisnis perusahaan. Tanpa ada perubahan fundamental sulit bagi BTN menjadi bank perumahan yang kuat," tegasnya.
Sementara itu, Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus mengungkapkan jika terjadi peningkatan kredit bermasalah di Bank BTN sebenarnya yang perlu dibenahi adalah manajemen operasional di Bank tersebut.
“Memburuknya kredit macet di BTN menjadi bukti bahwa bank ini sangat berisiko dan dikelola dengan tidak sehat," tandas Anton Sitorus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News