Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Bahkan dirinya menyarankan agar pemerintah lebih fokus ke dalam perbaikan birokrasi, kepastian hukum, hingga infrastruktur untuk menarik investor.
"Jelas sudah tak relevan, karena tujuan dari Pilar Dua agar negara tidak lagi menjual insentif pajak untuk menarik investasi," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (2/11).
Namun Fajry tidak setuju apabila pemerintah mencari instrumen insentif baru sebagai pengganti tax holiday agar investor masih mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurutnya, daripada uang negara digunakan untuk memberikan insentif pajak bagi perusahaan besar (tax expenditure), maka lebih baik dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih tepat. Contohnya saja pembangunan infrastruktur dan memberikan bantuan sosial (bansos) kepada kelompok tidak mampu.
Baca Juga: Berikhtiar untuk Menyelamatkan Ekonomi RI dari Ancaman Resesi
"Memang ada yang merekomendasikan insentif non pajak sebagai penggantinya, namun saya tidak setuju. Tujuan dari Pilar Dua sebenarnya adalah better spending," katanya.
Guna mencegah kehilangan penerimaan, Fajry menyarankan pemerintah untuk dapat mengimplementasikan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT).
Dengan adanya QDMTT tersebut maka pemajakan perusahaan multinasional yang tercakup ke dalam ketentuan GloBE tidak akan menggerus basis pajak Indonesia ke depannya.
Baca Juga: BPK Temukan Insentif Pajak yang Bermasalah Rp 15,31 Triliun, Ini Kata Ditjen Pajak
Saat Kontan mencoba bertanya terkait insentif pengganti tax holiday, pemerintah masih enggan berkomentar.
Namun pada Oktober tahun lalu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sempat mengatakan bahwa pemerintah sedang menyiapkan insentif baru untuk menggantikan tax holiday.
"Kami sedang bahas dan memikirkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk bisa menjadi pengganti tax holiday. Namun, jangan kita sampaikan strateginya sekarang," ungkap Bahlil, dikutip dari DDTCNews, Rabu (2/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News