kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Ada Ketentuan Burden Sharing BI dalam RUU PPSK, Ini Risikonya Menurut Ekonom


Senin, 12 Desember 2022 / 06:30 WIB
Ada Ketentuan Burden Sharing BI dalam RUU PPSK, Ini Risikonya Menurut Ekonom


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) memberi mandat bagi Bank Indonesia (BI) untuk membeli surat berharga negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana saat terjadi krisis. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, langkah BI ini nanti bisa menimbulkan moral hazard.

Ia menyarankan langkah yang sering disebut burden sharing ini, baiknya dicabut dari RUU tersebut.

“Konteks burden sharing hanya bersifat temporer. Kalau diatur dalam UU, akan ada semacam moral hazard untuk melanjutkan cetak uang oleh BI,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (9/12). 

Baca Juga: BI Wajib Pikul Beban Anggaran Saat Krisis, Sri Mulyani Yakin Tak Ada Moral Hazard

Bhima menuding, pemerintah menetapkan ini karena khawatir akan tekanan suku bunga terhadap beban utang pemerintah di tahun 2023. 

Seperti diketahui, tekanan perekonomian masih tinggi pada tahun depan akibat ketidakpastian global. Salah satunya, juga karena kenaikan suku bunga acuan di berbagai negara. 

Dengan adanya burden sharing BI terus-terusan ini, Bhima khawatir disiplin fiskal menjadi melorot. Pasalnya, saat defisit melebar ada juru selamat pemerintah, yaitu BI yang menjadi pembeli SBN di pasar primer. 

Selain itu, Bhima memandang pendanaan APBN juga tidak sejalan dengan agenda BI dalam pengendalian inflasi. 

“Cetak utang justru bisa menimbulkan kenaikan uang beredar yang memicu inflasi lebih tinggi. Ada risiko inflasi dari burden sharing,” jelasnya. 

Daripada melakukan ini, Bhima menyarankan pemerintah lebih bijak dalam berbelanja. Dengan demikian, ada ruang fiskal cukup bagi pemerintah untuk siaga dalam menghadapi krisis. 

Baca Juga: Soal Burden Sharing Pusat dengan Daerah, Apkasi Sebut Beban APBD Bisa Bertambah

Pemerintah juga bisa melakukan negosiasi kembali dengan kreditur terkait beban pinjaman, melalui skema penangguhan utang atau debt service suspension initiative (DSSI). 

“Ruang fiskal akan tercipta ketika beban bunga utang bisa ditunda, atau bahkan ada debt cancellation (penghapusan utang),” tandas Bhima. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×