kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.159   41,00   0,25%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

BI Wajib Pikul Beban Anggaran Saat Krisis, Sri Mulyani Yakin Tak Ada Moral Hazard


Minggu, 11 Desember 2022 / 17:17 WIB
BI Wajib Pikul Beban Anggaran Saat Krisis, Sri Mulyani Yakin Tak Ada Moral Hazard
ILUSTRASI. Bank Indonesia diharapkan pikil beban anggaran


Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) harus siap siaga memberi utang pada pemerintah bila terjadi krisis, dengan skema pembelian surat berharga negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana.

Ini tertuang dalam Pasal 36A Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang baru saja disetujui oleh DPR bersama pemerintah.

Dalam pasal 36A ayat (1) huruf a, pembelian SBN berjangka panjang di pasar perdana oleh BI ini untuk penanganan masalah sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan langkah ini tidak akan menimbulkan moral hazard. Pasalnya, langkah BI hanya dilakukan pada saat terjadi krisis, bukan setiap saat.

“Ini tidak akan menimbulkan moral hazard. Bukan berarti setiap nanti ada defisit, kami minta burden sharing. Tidak seperti itu,” tegas Sri Mulyani saat ditemui awak media, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Dorong Konsolidasi Bank Daerah OJK Bakal Rilis Ketentuan Teknis KUB BPD

Krisis yang dimaksud oleh pemerintah adalah krisis luar biasa. Sejauh ini, bisa diartikan kondisi genting yang mengancam stabilitas sistem keuangan, sektor perekonomian, dan memberi dampak luas.

Dengan demikian, memang perlu satu suara terkait definisi krisis sehingga tidak ada penyalahgunaan. Sri Mulyani bilang, definisi krisis nantinya akan diatur dalam peraturan turunan.

“Makanya penting definisi krisis dalam peraturan turunan. Apa yang bisa merangsang situasi krisis. Sehingga, ini tidak mudah disalahgunakan,” tambahnya.

Bendahara negara menambahkan, salah satu contoh kriteria krisis adalah pada saat krisis keuangan 1997 dan 1998, kemudian tahun 2020.

Pada tahun 2020, perekonomian Indonesia keok akibat pandemi Covid-19. Di sini pun, BI turun tangan untuk membeli SBN di pasar perdana atau yang akrab disebut dengan skema burden sharing untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Perbankan Semakin Gencar Salurkan Kredit ke Sektor Ekonomi Berkelanjutan

Sebagai tambahan informasi, dari tahun 2020 hingga 15 November 2022, dalam skema burden sharing ini BI sudah membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 974,09 triliun.

Ini terdiri dari pembelian SBN berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) I sebesar Rp 266,11 triliun, pembelian berdasarkan SKB II sebesar Rp 397,56 triliun, dan pembelian berdasarkan SKB III hingga 15 November 2022 sebesar Rp 310,42 triliun.

Gubernur BI Perry Warjiyo pernah mengungkapkan, perkiraan BI untuk membeli SBN di surat perdana hingga akhir 2022 akan sebesar Rp 1.144 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×