Reporter: Noverius Laoli | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Pemerintah akhirnya memberlakukan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVKL) bagi pelaku industri kehutanan per 1 Januari 2015 lalu. Kebijakan ini terutama menyasar para pelaku usaha kecil menengah (UKM). Pemerintah memberikan kemudahan bagi pelaku UKM untuk mendapatkan SVLK dengan mengurangi biaya memperoleh sertifikat sampai mengratiskan pengurusan SVLK. Targetnya, pada Juli 2015 nanti sebanyak 702 pelaku UKM sudah mendapat sertifikat SVLK.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Hadi Daryanto mengatakan pemerintah memberikan pilihan kepada para pelaku UKM apakah akan mengurus SVLK sendiri atau secara berkelompok. Bila diurus sendiri maka akan dikenakan biaya, tapi biaya itu lebih kecil dari sebelumnya sekitar 30%-60%. "Tapi bila diurus berkelompok dengan diusulkan asosiasi atau dinas, akan gratiskan," ujarnya, Senin (12/1).
Sampai saat ini tercatat sebanyak 552 pelaku UKM telah mendapatkan SVLKÂ dari bantuan pemerintah. Untuk mempercepat pelaku UKM Memiliki SVLK, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah yakni untuk tahap awal bagi yang belum memiliki SVLK mereka dapat menggunakan deklarasi ekspor (DE). Ini merupakan pernyataan dari UKM pemilik ekspor Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) bahwa barang yang diekspor menggunakan sumber bahan baku yang telah memenuhi persyaratan legalitas. "Tapi kita batasi cukup setahun saja, setelah itu harus mengurus SVLK," imbuh Hadi.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan MenLHK Dwi Sudharto menambahkan bahwa pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 30 miliar untuk membantu UKM memiliki SVLK. Biaya tersebut sudah termasuk pengurusan sertifikat SVLK untuk 702 pelaku UKM, termasuk biaya sosialisasi dan sebagainya.
Ia mengatakan bila ada pelaku UKM enggan mengurus SVLK secara berkelompok karena menyangkut rahasia perusahaan, mereka masih difasilitasi dengan biaya lebih murah bila diurus secara individu. Ia menguraikan untuk biaya Industri Rumah Tangga mengalami pengurangan biaya sebesar 45,37% menjadi Rp 6,6 juta lebih rendah dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 12,19 juta.
Dwi mengatakan SVLK penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir tahun ini. Dimana setiap produk mebel atau furnitur dari perusahaan Indonesia yang diekspor ke luar negeri tidak lagi mengalami kendala. "SVLK telah diakui dunia, termasuk Eropa, Amerika dan negara Asia lainnya,"tambahnya.
Ia mengatakan, bila pelaku UKM hanya menggunakan Deklarasi Ekspor, ada negara-negara yang belum menerima sistem tersebut dan justru mempersulit pelaku usaha. Namun bila SVLK, negara-negara lain telah mengakui dan menerima sistem tersebut.
Saat ini, pemerintah telah melakukan sosialisasi terhadap Permendag No.97/M-AG/PER/12/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan, dan PermenLHK NO.P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan No.P.43/Menhut-II/2014 tentang penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau hutan hak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News