Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menentukan angka kekurangan rumah penduduk Indonesia adalah 7,6 juta unit. Angka ini merupakan kebutuhan kepenghunian, yang artinya bisa dipenuhi melalui pemembangunan hunian dengan sistem sewa.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla mencanangkan program pembangunan sejuta rumah setiap tahun, dimulai dari 2015.
Menurut Kepala Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin, pembangunan satu juta unit ini dibagi menjadi rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan non-MBR.
"Kita dalam setahun ini membagi rumah untuk MBR 60 persen atau 600 ribu unit dan non MBR 400 ribu unit (40 persen). Ini angka kesepakatan bersama melihat kemampuan masing-masing pelaku pembangunan," ujat Syarif saat diskusi panel "Program Pengadaan Sejuta Rumah: Peluang & Tantangan", di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Khusus rumah MBR, pemerintah menargetkan membangun 603.516 unit. Angka ini dibagi kepada lima pelaku pembangunan, antara lain pemerintah (98.300 unit), Perumnas (36.016 unit), pengembang (403.800 unit), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS (35.400 unit) dan pemerintah daerah (30.000).
Sementara itu, untuk rumah non-MBR pemerintah menargetkan pembangunan 200.000 unit yang akan dilaksanakan oleh Realestat Indonesia (REI). Adapun sisa rumah non-MBR, yaitu 146.484 akan dibangun oleh masyarakat dan pengembang.
Syarif juga menekankan, seluruh rumah yang dibangun bukan untuk kepemilikan.
"Karena fokus pada kepenghunian, maka sifatnya sewa. Persoalannya, tidak semua masyarakat bisa beli rumah," jelas Syarif.
Ia melanjutkan, pertanggungjawaban kepenghunian dalam bentuk sewa ini, diserahkan kepada pemerintah. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan nantinya pihak swasta masuk dalam konteks sewa.(Arimbi Ramadhiani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News