Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
4. Lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol
KPK menilai, pengawasan pengusahaan jalan tol lemah karena belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT dalam mengimplementasikan PPJT.
Benturan kepentingan akibat rangkat jabatan, dan belum adanya integrasi data informasi pelaksanaan klausul PPJT turut berkontribusi menjadi penyebab lainnya.
Akibatnya, adendum selalu menjadi pilihan untuk menyelesaikan permasalahan yang cenderung berulang/serupa. Selain itu pelaksanaan tugas pengawasan rentan tercederai, dan implementasi pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Baca Juga: Menteri PUPR Sebut Jasa Marga Akan Lepas Saham Beberapa Ruas Tol Trans Jawa
5. Belum adanya pengaturan detail atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol
Mekanisme penyerahan pengelolaan jalan tol kepada BUMN ataupun pengalihan status menjadi jalan bebas hambatan non tol sebagaimana amanah UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Jalan belum diatur lebih lanjut.
Akibatnya, belum jelasnya mekanisme proses lanjutan pascapelimpahan hak konsesi BUJT ke pemerintah.
6. Tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah
Kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT. Terdapat 12 BUJT yang belum mampu mengembalikan dana BLU sebesar Rp 4,2 triliun dan delapan di antaranya belum dapat menyelesaikan pembayaran pada 2024.
“Selain itu, belum ada informasi terkait pembayaran terhadap nilai tambah bunga dana bergulir sebesar Rp 394 miliar yang merupakan pendapatan negara. Akibatnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,5 triliun,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News