Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memotret enam permasalahan utama dari penyelenggaraan jalan tol, yang perlu segera ditangani bersama oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Satuan Tugas Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Juliawan Superani.
Menurut Superani, permasalahan utama penyelenggaraan jalan tol tersebut mulai dari proses persiapan, pelelangan, pendanaan, konstruksi, operasi pemiliharaan, dan pengambilalihan konsesi.
Melansir infopublik.id, adapun permasalahan utamanya antara lain:
1. Tidak akuntabelnya perencanaan pembangunan
Perencanaan jalan tol masih diatur melalui SE Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 16/SE/Db/2020 tentang Juknis Perencanaan Jalan Tol.
Padahal, berdasarkan PP Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kebijakan perencanaan jalan tol disusun dan ditetapkan oleh menteri setiap lima tahun sekali dan dapat ditinjau kembali.
Baca Juga: Gobel: DPR Dukung Digitalisasi Sistem Pembayaran Tol
“Akibatnya, substansi perencaan yang dilakukan belum mempertimbangkan pelbagai perspektif. Contohnya perencanaan yang ada belum memperbimbangkan adanya kompetisi antar ruas tol. Alhasil, pemerintah tidak mendapat manfaat maksimal atas alokasi dana pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol,” tuturnya.
2. KPK mendeteksi lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol
Dokumen lelang yang hanya mengacu pada basic design tidak cukup memberikan gambaran atas kondisi teknis dari ruas tol yang akan dilelangkan.
Akibatnya, pemenang lelang akan mengubah item yang dikompetisikan dalam dokumen lelang seperti tarif dan masa konsesi karena adanya penambahan nilai konstruksi pascapenyusunan Rencana Teknik Akhir (RTA).
Baca Juga: Periksa Aturan Ganjil Genap Jakarta Pagi (21/2): Salah Exit Tol Tilang Nongol!
Selain itu, masih ditemukan terpilihnya investor yang tidak bisa memenuhi kewajiban finansial, sehingga membebani investor lain dalam konsorsium yang mengakibatkan tertundanya pengusahaan jalan tol.
3. Adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor
Dari hasil kajian yang dilakukan ditemukan fakta bahwa BUMN Karya menjadi investor untuk ruas jalan tol non-penugasan pada 28 dari 42 ruas atau setara dengan 61,9 persen. Keterlibatan dalam pengusahaan jalan tol menjadi strategi perusahaan karya untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi (feeding construction).
“Akibatnya, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berada di dua kepentingan berkaitan dengan memastikan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan secara bersamaan mengoptimalkan peluang untuk memaksimalkan marjin melalui kegiatan jasa konstruksi. Pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi menjadi tidak akuntabel dengan menunjuk dirinya sendiri atau terafiliasi sehingga harganya meningkat,” ujarnya.