Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
BELITUNG. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah memperbaiki peraturan perpajakan controlled foreign companies (CFC) untuk menangani penghindaran pajak antar negara.
Selama ini, banyak Wajib Pajak (WP) di Indonesia yang menghindar pajak dengan skema ini. Seperti terkonfirmasi dari hasil pemeriksaan dan data selama ini, misalnya Panama Papers.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, agenda perbaikan peraturan perpajakan CFC ini masuk dalam target jangka pendek dari reformasi perpajakan yang diupayakan untuk keluar pada tahun ini. “Semoga satu bulan ini bisa settle,” kata dia di Belitung, Senin (17/4) lalu.
Menurut Suryo, yang akan direvisi adalah PMK Nomor 256/PMK.03/2008 di mana di dalamnya dijelaskan bahwa Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya deemed dividen. Adapun syarat penyertaan modal minimal 50% dari satu atau lebih WP dalam negeri.
Suryo menuturkan, secara prinsip pemerintah ingin supaya peraturan ini dibuat lebih adil. Pasalnya, pemerintah melihat bahwa WP Indonesia selama ini investasi di beberapa negara, tetapi dividen tidak terdistribusi ke Indonesia.
Ia mengungkapkan, yang menjadi sorotan pemerintah saat ini adalah WP berinvestasi di beberapa negara dan bisa menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV), tetapi dividen tidak terdistribusi ke Indonesia dan tidak dideklarasikan.
Saat diperolehnya dividen oleh WP dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang diatur dalam PMK adalah pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Atau, pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan PPh atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh.
Nah, dividen itu wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak saat dividen tersebut dianggap diperoleh.
“Yang akan kami akan ubah adalah kapan Anda dianggap menerima dividen? Di titik mana kami akan mengatakan bahwa WP ini dianggap memiliki dividen di suatu periode tertentu,” ujarnya.
Ia melanjutkan, selama ini juga definisi dari CFC sendiri belum ada di dalam UU sehingga hal ini akan didefinisikan dalam revisi peraturan yang sedang disusun.
“Jadi, CFC adalah perusahaan luar negeri yang bisa dikontrol (oleh WP Indonesia). Nah, ini kita definisikan, tetapi secara prinsip adalah bagaimana kita mengatakan bahwa ini foreign company adalah di bawah kontrol Anda, di mana pun juga,” jelasnya.
Namun demikian, pada tataran Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 18 ayat (2), masih diatur pula bahwa besarnya penyertaan modal WP dalam negeri paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor. Sementara di negara lainnya, besarnya penyertaan modal paling rendah adalah 10%.
“Di UU dan di PMK, wajib kepemilikannya 50%. Nah, ini yang akan kami regulate juga. Banyak orang Indonesia yang kepemilikannya di bawah itu. By rule memang 50%, Nanti kami relaksasikan. Kami diskusikan dalam tataran UU PPh, karena orang luar mengatakan 10% bisa kontrol,” jelasnya.
Oleh karena itu, jangka pendek ini menurut dia hal pertama yang bisa dilakukan adalah diskresi dari sisi waktunya, “Kedua, 50% itu seperti apa sih, nanti ada penjabaran detilnya. Tapi jangan sekarang. Kami harus membandingkan dengan beberapa negara dulu,” ujarnya.
Peneliti pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, dalam mendesain ketentuan CFC yang efektif untuk mencegah skema pengalihan pajak tersebut terdapat enam hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah kriteria CFC itu sendiri dan kontrolnya, “Apakah kriteria CFC perlu diperluas dan bisa mencakup Badan Usaha Tetap (BUT) misalnya. Lalu apakah kontrol harus semata-mata dari penguasaan langsung secara legal (penyertaan modal) > 50%? Atau bisa diperluas hingga kontrol tidak langsung atau juga de-facto control,” jelasnya.
Kedua, ambang batas (threshold) ketentuan CFC. Maksudnya. apakah aturan hanya berlaku bagi perusahaan Indonesia yang memiliki CFC di negara-negara dengan tarif pajak efektif lebih rendah dari Indonesia atau untuk seluruh negara.
Ketiga, definisi penghasilan CFC. Apakah hanya berlaku untuk penghasilan dividen atau bisa diperluas untuk penghasilan yang rentan dialihkan/ditahan di negara lain untuk skema penghindaran pajak.
Keempat, cara menghitung penghasilan CFC tersebut. Apakah akan mengikuti ketentuan pajak Indonesia atau negara lokasi CFC.
Kelima, cara mengatribusikan penghasilan CFC tersebut. Apakah hanya mengacu secara proporsional terhadap konstribusi penyertaan modal atau diperlukan cara lain.
Keenam, klausul untuk mencegah terjadinya pajak berganda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News